Lembaga Sosial

Posted by Rindra Sulistiyono on Mei 03, 2012 with No comments

A. Konsep Lembaga Sosial
Lembaga adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting, atau secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar pada suatu kegiatan pokok manusia.
1. Lembaga dan Asosiasi
Berikut ini adalah perbedaan antara lembaga dan asosiasi. Lembaga perbankan merupakan prosedur yang dibakukan untuk mengelola transaksi keuangan tertentu; bankir adalah orang yang memimpin transaksi tersebut; bank adalah sekelompok bankir yang terorganisasi (bersama-sama para karyawannya). Yang perlu kita ingat hanyalah bahwa lembaga selalu merupakan sistem gagasan dan perilaku yang teorganisasi. Setiap lembaga mempunyai asosiasinya, dan melalui asosiasi itulah norma-norma lembaga dilaksanakan.
B. Perkembangan Lembaga
1. Proses Pelembagaan
Pelembagaan (institutionalization) terdiri dari penetapan norma-norma yang pasti yang menentukan posisi status dan fungsi peranan untuk perilaku. Suatu norma merupakan sekelompok harapan perilaku. Pelembagaan mencakup penggantian perilaku spontan atau eksperimental dengan perilaku yang diharapkan, dipolakan, teratur dan dapat diramalkan. Suatu debat kusir di warung kopi bukanlah perilaku yang melembaga; sedang suatu pertandingan tinju profesional adalah perilaku yang melembaga.
Seperangkat hubungan sosial melembaga apabila:
1. Sudah dikembangkan suatu sistem yang teratur tentang status dan peran
2. Sistem harapan status dan peran sudah umum diterima masyarakat
2. Peran Individu Dalam Perilaku Lembaga
Peran yang dilembagakan adalah seperangkat harapan perilaku yang membatasi kebebasan seseorang untuk memilih. Semua hakim di pengadilan bertindak kurang lebih sama dengan yang lain, tetapi pada waktu yang lain berbeda. Setiap ulama memperoleh hak dan kewajiban yang secara terperinci ditentukan oleh peran lembaga agama; menyimpang dari peran yang diharapkan adalah berbahaya. Bahkan kebebasan presiden dan raja yang tampaknya sangat berkuasa, untuk bertindakpun sangat terbatas. Ketika Edward VIII bersikeras mengawini seorang wanita yang telah diceraikan, ia dipaksa turun tahta. Ketika Richard Nixon berusaha menyembunyikan skandal, ia dipaksa berhenti sebagai Presiden Amerika.
Perilaku peran yang dilembagakan diarahkan oleh harapan peran, bukan oleh preferensi pribadi. Kerapkali seorang karyawan yang dipromosikan menjadi seorang supervisor tetap mencoba mempertahankan persahabatannya dengan kerabat kerjanya yang lama; usaha semacam itu jarang berhasil, karena jabatannya yang baru sebagai atasan menuntut untuk mengganti pola hubungan dengan teman-temannya.
Benarlah bahwa perbedaan kepribadian individu dalam arti tertentu sungguh-sungguh mempengaruhi perilaku lembaga. Ada supervisor yang cemberut, tetapi ada juga yang ceria; ada profesor yang menarik, tetapi ada juga yang membosankan waktu memberi kuliah. Namun, perbedaan pribadi itu ada batasnya dan tidak begitu kentara karena tuntutan peran. Konflik yang timbul dalam perkumpulan seringkali disebabkan oleh perselisihan pribadi tetapi lebih sering lagi oleh bentrokan peran-peran lembaga. Supervisor dengan inspektor berselisih karena sepervisor berkeras mempertahankan kelangsungan produksi, sedangkan inspektor selalu mencari kekurangan atau cacat dan bersikeras memperbaikinya. Seorang Kepala Sekolah yang menolak gagasan dari guru dalam suatu rapat yang berujung pada perselisihan.
Peran yang dilembagakan seringkali menuntut seseorang untuk mengambil tindakan yang membuat marah orang lain.
C. Unsur-Unsur Lembaga
1. Simbol Kebudayaan
Manusia telah menciptakan berbagai simbol yang berfungsi untuk mengingatkannya dengan cepat akan suatu lembaga. Kesetiaan warga negara kepada pemerintah diingatkan oleh bendera; terhadap keluarga oleh cincin; terhadap sekolah oleh seragam sekolah; terhadap agama oleh kitab suci, tasbih, ka’bah dan seterusnya. Musik juga mempunyai arti simbolis. Lagu kebangsaan, mars sekolah dan lagu-lagu iklan semuanya menggunakan seni musik untuk menguatkan ikatan-ikatan lembaga. Gedung juga dapat menjadi simbol lembaga. Oleh karena itu sulit untuk membayangkan kampung halaman tanpa rumah, agama Islam tanpa Mesjid, pendidikan tanpa gedung sekolah, atau negara tanpa istana
2. Kode Perilaku
Orang yang terlibat dalam perilaku lembaga haruslah dipersiapkan untuk melaksanakan perannya secara tepat. Peran itu seringkali diungkapkan dalam kode (norma) yang resmi, seperti sumpah kesetiaan terhadap negara, janji perkawinan, supah profesi medis dan kode etik beberapa kelompok lain.
Suatu kode perilaku yang resmi betapapun mengesankan, tidak menjamin pelaksanaan peran secara tepat. Suami atau istri bisa mengingkari janji perkawinan, seorang warga negara yang dengan menggebu-gebu mengucapkan kesetiaannya terhadap negara bisa menghindari pembayaran pajak, seorang umat Islam yang telah mengucapkan sahadat dapat melalaikan sholat. Jika kode perilaku benar-benar dipelajari dan sering diperkuat, mungin akan dipatuhi; jika tidak dan tidak ada sanksi bagi pelanggaran maka kode itu akan diabaikan.
Kode yang resmi hanya merupakan sebagian dari keseluruhan perilaku yang membentuk peran lembaga. Kebanyakan perilaku dalam peran tertentu – orang tua, militer, ulama, kepala sekolah, politikus – terdiri dari sekumpulan tradisi informal, harapan dan kebiasaan yang rumit yang diserap oleh seseorang hanya melalui pengamatan atau pengalaman dalam peran. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang kurang bahagia ada kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam berperan sebagai orang tua, suami atau istri yang berhasil. Seperti peran-peran yang lain, peran lembaga hanya dapat dipenuhi oleh mereka yang sungguh menghayati sikap dan perilaku peran secara tepat.
3. Ideologi
Ideologi dapat didefinisikan sebagai seperangkat gagasan yang menjelaskan atau melegalisasikan tatanan sosial, struktur kekuasaan, atau cara hidup dilihat dari segi tujuan, kepentingan atau status sosial dari sekelompok atau kolektivitas di mana ideologi itu muncul. Ideologi suatu lembaga meliputi baik inti kepercayaan lembaga maupun pembenaran rasional terhadap penerapan norma-norma lembaga pada berbagai masalah kehidupan.
D. Fungsi Lembaga
Lembaga mempunyai fungsi “manifes”, yang merupakan tujuan lembaga yang diakui; dan mempunyai fungsi “laten”, yang merupakan hasil yang tidak dikehendaki dan mungkin tidak diakui, atau jika diakui dianggap sebagai hasil sampingan.
1 Fungsi Manifes
Terdapat fungsi yang oleh banyak orang dipandang dan diharapkan akan dipenuhi oleh lembaga itu sendiri. Keluarga harus memelihara anak. Lembaga ekonomi harus menghasilkan dan mendistribusikan kebutuhan pokok. Sekolah harus mendidik anak-anak. Fungsi manifes adalah jelas, diakui dan biasanya dipuji.
2 Fungsi Laten
Terdapat berbagai konsekuensi lembaga yang tidak dikehendaki dan tidak dapat diramalkan. Lembaga ekonomi tidak hanya memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok, tetapi kadang-kadang juga meningkatkan pengangguran dan perbedaan kekayaan.
Lembaga pendidikan tidak hanya mendidik anak-anak, tetapi juga menyelenggarakan hiburan dan menjauhkan orang-orang muda usia dari pasar tenaga kerja, yang menurut beberapa ahli teori konflik, melindungi anak-anak orang kaya dari persaingan dengan anak-anak orang miskin. Fungsi laten lembaga mungkin:
1. Mendukung fungsi manifes
2. Tidak relevan
3. Merongrong fungsi manifes
E. Hubungan Timbal Balik Lembaga-Lembaga
Tidak ada suatu lembaga pun yang berada dalam suatu kevakuman. Setiap kegiatan dalam setiap lembaga dipengaruhi oleh lembaga lainnya. Sebagai contoh lembaga keluarga. Dalam masyarakat yang paling sederhana, keluarga adalah lembaga sosial satu-satunya. Pekerjaan diatur oleh unit-unit keluarga, anak-anak didik oleh anggota keluarga. Tidak ada struktur sosial lain yang mungkin dibutuhkan masyarakat sederhana.
Dengan makin kompleksnya kebudayaan, banyak hal tidak lagi mudah ditangani oleh keluarga. Perdagangan dengan suku lain ahirnya dilakukan oleh pedagang tertentu yang melakukan perdagangan sebagai pribadi dan bukan atas nama keluarga. Keterampilan (skill) menjadi lebih terpesialisasi, dengan adanya “divisi tenaga kerja”. Ini berarti bahwa banyak orang sepanjang hari bekerja sebagai pekerja individu yang terspesialisasi dan bukan sebagai bagian dari suatu team kerja keluarga. Akhirnya organisasi dan pengawasan segabian besar kegiatan kerja bergeser dari keluarga ke toko atau kantor, dengan seorang mandor dan bukan lagi anggota keluarga yang memberi perintah.
Pada abad yang lalu, pergeseran pekerjaan pertanian ke pekerjaan yang bukan pertanian memperkecil wewenang seorang ayah, memperkecil jumlah anggota keluarga karena anak dipandang menjadi beban ekonomi dan bukan sebagai suatu modal dan mendorong para wanita bekerja di luar rumah. Giliran kerja malam menyebabkan beribu-ribu tenaga kerja mengubah kebiasaan hidup keluarga. Sistem latihan kerja “lihat dan bantu” pada masyarakat pertanian digantikan oleh lembaga pendidikan yang formal.
LEMBAGA KELUARGA
A. Struktur keluarga
Seperti semua lembaga, keluarga adalah suatu sistem norma dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas penting. Suatu keluarga mungkin merupakan:
1) Suatu kelompok yang mempunyai nenek moyang yang sama
2) Suatu kelompok kekerabatan yang disatukan oleh darah atau perkawinan
3) Pasangan perkawinan dengan atau tanpa anak
4) Satu orang dengan beberapa anak
Biro sensus Amerika Serikat mendefinisikan sebuah keluarga sebagai “dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam suatu rumah tangga”. Definisi keluarga yang lain adalah suatu kelompok kekerabatan yang menyelenggarakan pemeliharaan anak dan kebutuhan manusiawi tertentu lainnya. Bila suatu masyarakat ingin tetap bertahan hidup, orang harus menemukan cara-cara yang dapat dilaksanakan dan dapat diandalkan untuk mendapatkan pasangan, melahirkan dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan ekonomi, memelihara orang sakit dan jompo dan melaksanakan fungsi-fungsi lain. Dari masyarakat yang satu ke masyarakat lain, fungsi-fungsi keluarga ini sangat berbeda. Namun yang paling berbeda lagi adalah bentuk keluarga.

1. Komposisi kelompok keluarga
Ada beberapa komposisi keluarga yaitu sebagai berikut:
1) Conjugal family atau nuclear family (keluarga batih), yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak dan kadang seorang sanak saudara lain yang didasarkan pada pertalian perkawinan atau kehidupan suami istri
2) Consanguine family (keluarga hubungan kerabat sedarah), tidak didasarkan pada pertalian hubungan suami istri, melainkan pada pertalian darah dari sejumlah orang kerabat. Keluarga hubungan sedarah adalah suatu klan luas dari saudara-saudara sedarah dengan pasangan dan anak-anak meraka.
3) Extended family (keluarga luas) seringkali digunakan untuk mengacu pada kelarga batih berikut kerabat lain kerabat lain dengan siapa hubungan baik dipelihara dan dipertahankan.
Cerita rakyat Amerika menasehatkan menjauhi saudara-saudara ipar dan mendesak pasangan suami-istri membangun rumah tangganya sendiri. Hal ini disebut sebagai perkawinan neolokal (neolocal marriage), yang dibedakan dari perkawinan patrilokal (patrilocal marriage), dimana pasangan nikah tinggal bersama keluarga suami dan dari perkawinan matrilokal (matrilocal marriage) dimana pasangan suami istri tinggal bersama keluarga istri.
Undang-undang Amerika menuntut seorang suami memelihara istri di suatu rumah terpisah dari keluarga lain kalau si istri memintanya. Undang-undang Amerika juga menuntut orang tua membesarkan anaknya sendiri, namun hanya membebankan sedikit kewajiban untuk mengurus orang tua mereka, dan sama sekali tidak diwajibkan untuk menanggung kakak, adik, saudara sepupu, paman, bibi dan kemenakan atau sanak saudara lainnya.
Keluarga hubungan sedarah mempunyai suasana yang berbeda. Bila keluarga kehidupan suami istri pada intinya memiliki pasangan suami istri, yang dikelilingi oleh saudara-saudara sedarah, maka keluarga hubungan sedarah mempunyai kelompok kakak dan adik yang dikelilingi oleh lingkungan keluarga suami dan istri. Dalam sebagian besar keluarga hubungan sedarah, seorang yang menikah tetap terikat kuat dengan keluarga orang tua dan hanya “secara semu berada” dalam keluarga suami atau istrinya sendiri. Hal itu mempunyai beberapa konsekuensi penting. Tanggung jawab seseorang terutama ditujukan kepada keluarga yang melahirkannya, bukan kepada keluarga pasangannya. Jadi seorang istri mungkin tidak tergantung pada suaminya, tetapi pada saudara-saudara lelakinya sendiri dalam melindungi dan membesaran anak-anaknya. Namun, ini tidak berarti bahwa suaminya dapat melarikan diri dari tanggung jawab melindungi dan membesarkan anak, karena ia harus bertanggung jawab terhadap anak-anak saudara perempuannya. Contoh keluarga hubungan sedarah adalah masyarakat Tanakala di Madagaskar.
2. Perkawinan
Perkawinan adalah suatu pola sosial yang disetujui, dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga. Perkawinan tidak hanya mencakup hak untuk melahirkan dan membesarkan anak, tetapi juga seperangkat kewajiban dan hak istimewa yang mempengaruhi banyak orang. Arti sesungguhnya dari perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan hak dan kewajiban yang baru serta pengakuan akan status baru oleh orang lain.
Kita menganggap bahwa perkawinan bagaikan petualangan romantis dengan seorang yang kita cintai. Gadis-gadis Cina klasik dengan senang hati akan menyambut perkawinannya dengan orang yang belum dikenal, karena perkawinan merupakan status yang diinginkan dan sebagai pemenuhan peratuan dengan laki-laki yang dipilih dengan bijaksana oleh orang tuanya. Sedangkan di Amerika, kehebohan bisa terjadi bila orang tua mengatur dan memaksakan perkawinan dua orang yang tidak pernah saling mengenal.
3. Endogami dan Eksogami
Setiap masyarakat membatasi pilihan dalam perkawinan dengan menuntut agar seseorang memilih jodoh dari luar kelompoknya sendiri. Inilah yang disebut eksogami. Dalam sebagian besar masyarakat, larangan perkawinan hanya diterapkan pada keluarga sedarah yang sangat dekat, orang tidak boleh mengawini saudara kandung, saudara sepupu dalam tingkat pertama atau keluarga sedarah lainnya yang masih sangat dekat. Banyak masyarakat memperluas lingkaran larangan perkawinan dengan melarang perkawinan dalam klan, bahkan kadang-kadang dalam suku.
Banyak juga masyarakat yang menuntut agar jodoh dipilih di dalam kelompoknya sendiri. Inilah yang disebut dengan endogami. Endogami kampung dan suku adalah sangat umum dalam masyarakat primitif. Di beberapa negara bagian Amerika Serikat endogami rasial diharuskan oleh undang-undang sampai Mahkamah Agung menghapuskan semua peraturan seperti itu pada tahun 1967, tetapi kebiasaan dan tekanan sosial terus masih mendorong endogami rasial dalam seluruh masyarakat Amerika.
4. Monogami dan Poligami
Bagi masyarakat Amerika, hanya ada satu bentuk perkawinan yang pantas dan beradab, yakni monogami satu pria dengan satu wanita. Namun, banyak masyarakat di dunia mempraktekkan poligami yang memperbolehkan seorang pria kawin dengan lebih dari satu. Secara teoritis ada tiga bentuk poligami, yaitu:
1) Perkawinan kelompok (group marriage)
Yakni perkawinan beberapa pria degan beberapa wanita. Walaupun bentuk ini merupakan kemungkinan teoritis yang menarik perhatian, namun tidak ada contoh otentik tentang masyarakat yang benar-benar melembagakan perkawinan seperti itu, kecuali orang Marquesans, pada suatu waktu tertentu.
2) Poliandri
Dimana satu istri memiliki beberapa suami. Salah satu dari beberapa contoh yang ada adalah Suku Toda di India bagian selatan. Dalam masyarakat ini, poliandri adalah bersifat fraternal (terbatas pada saudara-saudara kandung), artinya bila seorang wanita kawin dengan seorang pria, maka secara otomatis si wanita menjadi istri dari semua saudara suaminya. Mereka semua hidup bersama-sama tanpa rasa cemburu dan percekcokan. Poliandri suku Toda dapat dipahami bila kita mempelajari bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang sangat keras, dimana makanan sangat langka dan pembunuhan bayi perempuan sering terjadi untuk membatasi jumlah penduduk. Hanya kekurangan wanita yang diciptakan oleh situasilah yang dapat memungkinkan terjadinya poliandri.
3) Poligini
Yaitu perkawinan seorang pria dengan dua wanita atau lebih dan biasanya bukan dengan wanita yang bersaudara kandung dilakukan serentak. Berbicara tentang poligini pasti memancing tanggapan etnosentris dari kebanyakan orang. Mereka akan menuduh merendahkan martabat wanita, menyebutnya sebagai perbudakan yang mematikan serta mengutuknya sebagai perilaku kebinatangan yang mengerikan. Kenyataannya adalah sebaliknya. Sulit untuk membuktikan bahwa wanita dalam masyarakat yang monogam mendapatkan status yang lebih memuaskan daripada wanita dalam masyarakat yang poligam. Bahkan dalam masyarakat poligini, sebagian besar perkawinan adalah monogam. Biasanya hanya pria yang lebih berhasil dan lebih berkuasalah yang mampu mengambil istri lebih dari satu. Dewasa ini praktek poligini sudah jarang dalam kebanyakan negara maju, tetapi masih umum dalam daerah suku-suku terpencil.
5. Pemilihan Jodoh
Proses pengaturan perkawinan menunjukkan lingkup kemungkinan yang menarik. Sebagaimana ditunjukkan di atas, beberapa masyarakat mengikuti suatu peraturan tertentu dimana dua anak dari keluarga yang berbeda telah ditentukan oleh kaum kerabatnya menjadi pasangan suami istri, sehingga pilihan pribadi menjadi tidak perlu lagi. Bila pilihan aktual diperlukan, maka pilihan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pasangan dapat menentukan pilihan mereka sendiri, kadang-kadang dengan persetujuan atau veto orang tua. Orang tua berhak mengatur perkawinan, dengan atau tanpa mempertimbangkan keinginan pasangan. Calon istri bisa jadi dibeli, atau dengan memberikan mas kawin yang aturannya sangat rumit. Merebut istri bukan hal yang asing. Pola-pola di atas adalah cara pengaturan perkawinan yang baku dalam beberapa masyarakat dunia.
Merebut istri sangat lazim, yang mempraktekkan eksogami desa dan tidak begitu memperhatikan kecantikan atau keistimewaan si wanita. Pertunangan seorang anak perempuan yang berumur tiga tahun dengan seorang anak lelaki belasan tahun yang dilakukan atas prakarsa orang tua sungguh lazim dan dianggap baik oleh suku Shirishana di Brazil.
6. Variasi dalam Struktur Keluarga
Terdapat daftar pola-pola keluarga yang “aneh”. Beberapa masyarakat mendorong persahabatan informal antara saudara laki-laki dan saudara perempuan; diantara masyarakat lain, seperti Nama Hottentots di Afrika saudara laki-laki dan perempuan diharapkan saling memperlakukan dengan penuh hormat dan resmi, tidak boleh menyapa secara langsung atau bahkan berduaan. Penghindaran semacam itu ditemukan dalam sejumlah masyarakat. Menghindari ibu mertua adalah hal yang paling umum; menantu mungkin tidak boleh memandang atau berbicara langsung kepada ibu mertua, atau bahkan menyebut namanya. Dalam sejumlah masyarakat tabu-tabu penghindaran menuntut sikap hormat yang ekstrim terhadap saudarau-saudara tertentu, sedangkan hubungan istimewa mengizinkan keakraban dengan saudara-saudara tertentu. Dalam masyarakat Nama Hottentots, incest saudara kandung adalah kejahatan yang paling jahat dari segala kejahatan, tetapi saudara (antar sepupu) boleh melakukan “hubungan iseng”, termasuk bicara bebas, kelakar-kelakar porno dan bahkan keintiman seksual. Semuanya ini hanyalah menunjukkan bahwa keluarga melipui sejumlah anggota yang berbeda-beda yang hubungannya satu sama lainnya sangat bervariasi dalam berbagai masyarakat.
B. Fungsi keluarga
1. Fungsi pengaturan seksual
Keluarga adalah lembaga pokok, yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual. Sebagian besar masyarakat menyediakan berbagai macam cara untuk menyalurkan nafsu seksual. Dengan tingkat toleransi yang berbeda-beda, dalam setiap masyarakat terdapat beberapa penyimpangan kebudayaan nyata dari kebudayaan yang dicita-citakan dalam perilaku seksual. Sebagian besar masyarakat mempunyai sejumlah norma penghindaran yang menetapkan bagaimana menyadarkan kegiatan seks yang tidak disetujui secara bijaksana (misalnya, “tempat hiburan”). Namun, semua masyarakat mengharapkan bahwa sebagian besar hubungan seksual akan terjadi antara orang-orang yang oleh norma-norma mereka ditentukan sebagai boleh berhubungan satu sama lain secara sah. Tidak ada masyarakat yang sama sekali mengizinkan persetubuhan dengan siapa saja. Setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan yang melarang orang-orang tertentu berhubungan dengan seorang tertentu pula.
2 Fungsi reproduksi
Untuk urusan “memproduksi” anak setiap masyarakat terutama tergantung pada keluarga. Tidak ada masyarakat yang menetapkan seperangkat norma untuk memperoleh anak kecuali sebagai bagian dari keluarga.
3. Fungsi sosialisasi
Semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga bagi sosialisasi anak-anak alam dewasa yang dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat itu. Keluarga merupakan kelompok primer yang pertama dari seseorang anak dan dari situlah perkembangan kepribadian bermula. Ketika anak sudah cukup umur untuk memasuki kelompok primer lain di luar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah ditanamkan secara kuat. Jenis kepribadiannya sudah diarahkan dan terbentuk. Contohnya, Mantell (1974) yang membandingkan latar belakang keluarga awal dari sebuah sampel Green Berets (kesatuan elite dalam perang Vietnam yang terkenal kejam) dengan sampel tandingan dari para penentang perang, menemukan banyak perbedaan yang penting. Green Berets berasal dari orang tua yang umumnya otoriter, beragama secara konvensional, tidak perasa, tidak mengumbar afeksi lebih bersikap sebagai pengawas dari pada sebagai kawan terhadap anak dan menuntut kepatuhan mutlak. Sedangkan sifat orang tua para penentang perang bertolak belakang dengan sifat yang disebutkan di atas
Salah satu dari sekian banyak cara keluarga untuk mensosialisasikan anak adalah melalui pemberian model bagi anak. Anak belajar menjadi laki-laki, suami dan ayah terutama melalui tinggal dan hidup bersama dengan keluarga yang dipimpin oleh seorang laki-laki, suami dan ayah. Sosialisasi akan menemui kesulitan bila model semacam itu tidak ada dan bila anak harus mengandalkan diri pada model yang disaksikan dalam keluarga lain. Tidak ada pengganti ibu atau ayah yang sungguh memuaskan yang dapat berfungsi dengan baik dalam proses sosialisasi.
Sosialisasi dalam keluarga yang serba susah
“Keluarga yang serba susah” adalah keluarga yang menghadapi berbagai macam masalah dan kemiskinan yang mencekik. Masalah ini biasanya meliputi tekanan kemiskinan dan percekcokan, kehilangan salah seorang orang tua atau tertimpa masalah lain seperti pengangguran dan pekerjaan yang tidak tetap, kecanduan minuman keras dan obat bius, pelanggaran hukum, ketergantungan, kenakalan serta penyakit fisik atau mental. Keluarga seperti itu gagal memenuhi suatu fungsi keluarga secara memadai dan karena itu mereka mensosialisasikan anak-anak mereka untuk meneruskan pola ketidakmampuan dan ketergantungan. Kekurangan gizi secara permanen merusak fisik dan petumbuhan intelektual serta menyebabkan kegagalan sekolah mereka. Setiap daerah kumuh, pedesaan atau perkotaan, orang kulit putih atau kulit hitam penuh dengan “gelandangan”, yakni anak-anak keluarga kelas bawah yang tidak terurus, yang kehilangan cinta dan afeksi, terasing dari masyarakat.
4. Fungsi afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa dicintai. Pandangan psikiatri berpendapat bahwa penyebab utama gangguan emosional, masalah perilaku dan bahkan kesehatan fisik terbesar adalah ketiadaan cinta, yakni tidak adanya kehangatan, hubungan kasih sayang dalam suatu lingkungan assosiasi yang intim. Setumpuk data menunjukkan bahwa kenakalan yang serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang sama sekali tidak mendapat perhatian atau merasakan kasih sayang. Seorang bayi yang mendapat perawatan fisik yang sangat baik, namun tidak ditimang-timang dan tidak mendapat kasih sayang kemungkinan sekali akan berkembang kesuatu kondisi yang secara medis dikenal sebagai marasmus (dari kata Yunani yang berarti “merana”). Dia akan kehilangan berat badan, merengek dan lesu dan tidak jarang mati. Studi klasik menunjukkan bagaimana anak yang ditempatkan dalam ruang steril di rumah sakit atau di panti asuhan akan mengalami perkembangan emosional dan seringkali menunjukkan tingkat penderitaan dan kematian yang sangat tinggi. Ketiadaan afeksi sungguh menggerogoti kemampuan seorang bayi untuk bertahan hidup.
Cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa kebutuhan akan persahabatan dan keintiman, tanggapan manusiawi yang penuh kasih sayang penting bagi kita. Barangkali cinta adalah salah satu kebutuhan sosial kita yang paling penting, jauh lebih penting dari pada misalnya seks. Orang yang tidak pernah dicintai jarang bahagia, sehat dan berguna.
5. Fungsi penentuan status
Dalam memasuki sebuah keluarga, seseorang mewarisi suatu rangkaian status. Seseorang menerima beberapa status dalam keluarga, berdasarkan umur, jenis kelamin, urutan kelahiran dan lain-lain. Keluarga juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi beberapa status sosial, seperti, seorang kulit putih, orang Islam kelas menengah. Dalam masyarakat yang berdasarkan sistem kelas, status kelas keluarga seorang anak sangat menentukan peluang dan hadiah yang terbuka untuk itu dan harapan yang dapat digunakan orang lain untuk mendorong atau merintangi. Status kelas dapat diubah melalui beberapa kombinasi dari usaha pribadi dan keberuntungan.
Namun, setiap anak mulai dengan status kelas keluarganya dan ini sangat mempengaruhi prestasi dan imbalan yang akan diterimanya. Penetapan kelas mungkin tampak sangat tidak adil, namun tidak dapat dihindari. Keluarga tidak dapat menolak mempersiapkan anak bagi suatu status kelas yang mirip dengan status yang dimilikinya sendiri, karena setiap proses kehidupan dan pertumbuhan dalam keluarga tersebut adalah persiapan bagi status kelasnya. Biasanya anak menyerap dari keluarganya sederetan minat, nilai dan kebiasaan yang memudahkannya untuk melanjutkan status kelas keluarganya, sulit untuk mencapai yang lebih tinngi dan menyakitkan untuk menerima status kelas yang lebih rendah.
6. Fungsi perlindungan
Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya. Beberapa masyarakat memandang serangan terhadap seorang anggota berarti serangan terhadap seluruh keluarga orang itu, dan seluruh anggota keluarga wajib untuk membela anggota keluarga atau membalaskan semua penghinaan. Kesalahan dan malu dipikul bersama oleh seluruh anggota keluarga. Dalam masyarakat yang paling primitif, keluarga adalah unit pemilik dan pembagi makanan yang bersama-sama kenyang atau lapar; selama saudara-saudara masih mempunyai makanan, maka tidak perlu takut kelaparan.
7. Fungsi ekonomis
Seperti dikatakan di atas keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat primtif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu. Klan dalam banyak masyarakat merupakan unit dasar kerja sama dan sepenanggungan, namun yang paling umum adalah keluarga.
C. Perubahan Struktur Keluarga (Keluarga Di Amerika)
1. Jumlah Anggota Keluarga Sudah Menurun
Bukan rahasia lagi bahwa keluarga dengan dua belas anak pada abad lalu sekarang ini sudah jarang terdapat. Tingkat kelahiran di Barat mulai merosot sejak abad yang lalu. Gerakan kebebasan wanita (women’s liberation movement) mendorong kaum wanita untuk memandang pemeliharaan anak sebagai suatu pilihan bukan sebagai suatu kewajiban. Proporsi pasangan yang memilih untuk tetap tanpa anak meningkat, dan semakin banyak wanita yang menunda menjadi ibu, dengan kira-kira sepertiga dari mereka baru mempunyai anak pertama pada usia 25 tahun atau lebih.
Pergeseran dari masyarakat tani, buta huruf ke masyarakat melek huruf, terspesialisasi dan terindustrialisasi telah mengubah anak dari modal ekonomi menjadi beban yang mahal. Pergeseran dalam pola rekreasi, dalam aspirasi pendidikan dan mobilitas sosial, serta perubahan konsep hak-hak individu bersatupadu untuk mengekang penambahan jumlah anak secara menyeluruh.
2. Keluarga Tanpa Ayah Atau Ibu (Singgle Parent) Meningkat
Sepanjang sebagian besar sejarah Barat, jumlah anak yang ikut dan dibesarkan oleh ayah dalam keluarga yang pecah oleh perceraian adalah jauh lebih kecil daripada jumlah anak yang ikut ayah akibat kematian ibu. Pada abad yang lalu, pandangan bahwa anak dari orang tua yang cerai “ikut” dengan ibu yang berpenghasilan jarang dipersoalkan. Dewasa ini asumsi tersebut dipersoalkan oleh tidak kurang dari 65.000 bapak yang membesarkan anak-anak mereka sendiri. Sejumlah studi nampaknya menunjukkan bahwa para suami juga dapat berhasil membesarkan anak mereka sendiri, walaupun banyak mendatangkan masalah khusus.
3. Rumah tangga bujangan meningkat
Secara historis sulit bagi seseorang untuk hidup nyaman sendirian. Hanya dengan bergabung dengan keluarga atau dengan membangun suatu keluarga yang lengkap seseorang dapat hidup nyaman. Sekarang ini akomodasi fisik lebih menguntungkan, apartemen dengan perabotan dan pelayanannya, pakaian “cuci dan pakai”, mesin cuci, pelayanan catering dan berbagai macam pelayanan mempermudah si bujang.
Walaupun terdapat berbagai pendapat yang berbeda tentang “kesenangan” hidup membujang, namun peningkatan jumlah rumah tangga bujangan adalah perubahan yang sangat penting dalam pola keluarga Amerika. Misalnya orang yang sendirian lebih mudah tertimpa kemalangan seperti penyakit dan dicurigai lebih mudah melakukan penyimpangan daripada orang yang hidup berkeluarga.
LEMBAGA AGAMA
A. Agama dan Masyarakat
Keyakinan pemerintah Singapura akan pengaruh pengajaran agama di sekolah, merupakan keyakinan yang juga dianut oleh banyak orang. Semua agama besar menekankan kebajikan seperti kejujuran dan cinta sesama. Kebajikan ini sangat penting bagi keteraturan perilaku masyarakat manusia, dan agama membantu manusia untuk memandang serius kebajikan seperti itu.
Agama berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya lebih dari perilaku moral. Agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang membingungkan manusia. Agama mendorong manusia untuk tidak melulu memikirkan kepentingan diri sendiri melainkan juga memikirkan kepentingan sesama. Sosiolog tidak berusaha untuk menghakimi kebenaran keyakinan suatu agama, namun sungguh-sungguh berupaya untuk menemukan pengaruh sosial dari berbagai macam keyakinan dan menemukan tendensi dari berbagai jenis keyakinan dan kebiasaan agama tertentu yang berkembang dalam kondisi sosial tertentu.
Mereka yang berusaha untuk memahami hakekat masyarakat nampak sangat terdorong untuk menjelaskan peran agama, baik mereka menyebut diri “religius” atau tidak. Sebagian orang menganggap agama sebagai pengaruh utama, sedang yang lainnya menganggap agama itu kuno atau bahkan membahayakan; namun lepas dari penilaian ini agama terlau penting untuk dilalaikan.
1. Agama Sebagai Suatu Tahap Evolusi
Auguste Comte, yang sering dipandang sebagai “bapak” sosiologi, menyodorkan pandangan sekuler bahwa agama merupakan suatu tahap evolusi. Singkatnya, gagasan ini berarti bahwa agama pernah dipandang penting, namun sudah menjadi usang lantaran perkembangan modern. Sistem keyakinan religius sudah digantikan dengan pengetahuan ilmiah. Comte menuliskan tiga tahap pemikiran manusia: teologis, metafisis dan ilmiah (positif). Bagi Comte hanya tahap terakhir yang sah, kalau agama masih tetap bertahan, itu pun hanya sebagai “agama humanitas” yang berdasarkan ilmu pengetahuan.
Tidak perlu diragukan bahwa pemikiran ilmiah sangat mempengaruhi sistem keyakinan agama tradisional dan bahwa banyak fungsi lembaga agama sudah berubah. Apakah ini berarti akhir dari agama ataukah hanya menunjujkkan adanya perubahan institusional?.
2. Agama Sebagai Kekuatan Pemersatu Masyarakat
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis, bertahun-tahun menyelidiki praktek-praktek religius suku asli Australia. Dalam The Elementary Forms of Religiuous Life (1912) ia menyimpulkan bahwa tujuan utama agama dalam masyarakat primitif adalah untuk membantu orang melakukan kontak bukan dengan Tuhannya, tetapi dengan sesamanya. Ritual-ritual religius membantu orang untuk mengembangkan rasa sepaguyuban (sense of community) misalnya, mereka bersama-sama ambil bagian dalam peristiwa perkawinan, kelahiran dan kematian dan bersama-sama merayakan musim tanam dan panen serta masa titik balik matahari musim dingin. Hal itu mempersatukan kelompok; jadi tidak seorang pun menghadapi kehidupan ini sendirian.
Dalam suatu negara yang didalamnya terdapat beragam keyakinan dan denominasi agama tidak dengan mudah dapat mempersatukan seluruh masyarakat, namun dapat mempersatukan masing-masing kelompok religius dalam suatu sistem yang saling menopang.
3. Agama sebagai “candu rakyat”
Pandangan Karl Marx didasarkan pada premis dasarnya bahwa: kekuatan yang paling dominan dalam masyarakat adalah kekuatan ekonomi, sedangkan kekuatan yang lainnya adalah sekunder. Agama dilihat sebagai “kesadaran yang palsu”, karena hanya berkenaan dengan hal-hal yang sepele dan semu atau hal-hal yang tidak ada seperti sungguh-sungguh mencerminkan kepentingan kepentingan ekonomi kelas sosial yang berkuasa. Agama merupakan “candu rakyat” karena hanya menawarkan “cita-cita yang tidak terjangkau”, membelokkan rakyat dari perjuangan kelas dan memperpanjang dari eksploitasi mereka. Oleh karena itu, semua pemerintahan komunis adalah musuh agama.
4. Agama Sebagai Kekuatan Dinamis
Pandangan mengenai agama sebagai semacam lembaga bayangan yang melulu mencerminkan kekuasaan dan kepentingan kelas yang berkuasa ditentang oleh sosiologi Jerman Max Weber. Weber yang mengkaji kebangkitan kapitalisme berpendapat bahwa kapitalisme didukung oleh sikap yang ditekankan oleh Protestanisme asketik. Jadi bukan (kekuatan ekonomi) yang menentukan agama, tetapi agamalah yang menentukan arah perkembangan ekonomi.
B. Fungsi Manifes dan Laten Agama
1. Fungsi Manifes
Fungsi agama mencakup kurang lebih tiga jenis lingkup perhatian: pola keyakinan yang disebut doktrin, yang menentukan sifat hubungan antar manusia dengan sesamanya dan manusia dengan Tuhan. Ritual yang melambangkan doktrin dan yang mengingatkan manusia pada doktrin tersebut; seperangkat norma perilaku yang konsisten dengan doktrin tersebut. Tugas untuk menjelaskan dan membela doktrin, melaksanakan ritual dan memperkuat norma perilaku yang diinginkan suatu pola pemujaan, penyiaran agama, karya sosial dan sebagainya memerlukan investasi uang dan personil yang sangat besar.
2. Fungsi Laten
Sejumah orang akan menolak fungsi manifes agama, namun beberapa fungsi laten gereja membawa konsekuensi yang seringkali bahkan mengagetkan orang beriman. Pada saat yang sama, mereka mungkin merangsang persetujuan atau perlawanan dari semua orang yang tidak menganggap dirinya sendiri sangat religius.
Gereja adalah suatu lingkungan pergaulan dan juga lingkungan ibadat. Kelompok muda-mudi gereja memberikan kesempatan untuk mempelajari kepemimpinan dan mengatur pertunangan dan pemilihan jodoh. Gereja menghiasi komunitasnya dengan bangunan yang indah dan inspiratif, merangsang kesenian dan musik, menyelenggarakan konser dan festival. Gereja membantu pendatang baru agar di kenal. Fungsi laten gereja adalah membagi komunitas berdasarkan ras dan kelas. Walaupun mengkhotbahkan di hadapan Tuhan semua orang adalah sama, namun gereja memamerkan perbedaan kekayaan yang tampak pada para anggota yang berpakaian bagus dan yang sangat sederhana pada hari minggu.
C. Hubungan Timbal Balik dengan Lembaga Lain
1. Agama dan Ekonomi
Salah satu teori yang paling berpengaruh tentang hubungan timbal balik antara agama dan ekonomi dinyatakan oleh Weber dalam bukunya yang berjudul The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism (1904). Weber menyatakan bahwa revolusi industri dan pertumbuhan bisnis berskala besar jauh lebih cepat berkembang di daerah Protestan daripada di daerah Katolik, dan daerah-daerah yang berbau Protestan jauh lebih giat dalam pengembanan bisnis. Keadaan semacam itu dapat menjelaskan depresi ekonomi di Prancis yang menyusul pengusiran orang-orang Huguenot pada akhir abad ke tujuh belas. Ungkapan “kaya seperti orang Huguenot” menjadi stereotip yang populer, dan pengusiran terhadap orang-orang Protestan memperlambat laju industri Prancis tetapi mempercepat perkembangan bisnis di negara-negara tempat orang-orang Huguenot mencari suaka.
Etika protestan menanamkan keutamaan-keutamaan individualisme, hidup sederhana, hemat dan pemuliaan pekerjaan religius – praktek yang jelas membantu akumulasi kekayaan. Praktek ini biasanya dikatikan dengan penekanan Agama Protestan pada tanggung jawab individu dan bukan pada gereja, pada interpretasi sukses duniawi sebagai tanda rahmat Tuhan, dan pada reaksi terhadap simbol-simbol kekayaan yang telah ditumpuk oleh gereja tradisional.
2. Agama dan Pemerintahan
Agama dan pemerintahan saling berhubungan dalam banyak cara. Misalnya, dukungan partai politik di A.S dikatikan dengan preferensi agama. Misalnya, dukungan partai politik di A.S dikaitkan dengan preferensi agama. Dalam pemilihan Kongres 1982, calon Demokrat didukung oleh 47% dari pemilih Protestan, 60% dari Katolik dan 75 % dari orang Yahudi. Tidak ada satu calon presidenpun yang ateis maupun agnostik, dan ketiga calon presiden mengklaim diri sebagai orang Kristen yang “lahir kembali”.
Para pemimpin agama seringkali tampak mempunyai sedikit kekuasaan bila dibandingkan dengan para pemimpin pemerintah. Sikap itu diungkapkan dengan cara yang kasar oleh diktator Uni Sovyet Josef Stalin. Ketika diberitahu bahwa Paus mengkritik beberapa kebijakannya, ia menjawab: “berapa banyak divisi militer yang ia miliki?”. Namun pernah juga terjadi bahwa pemimpin agama sangat merendahkan raja. Peristiwa tersebut pernah terjadi keetika Raja Henry II dari Inggris bertelanjang kaki menuju makan Thomas a Becket untuk tunduk kepada peraturan para pastor Katedral Canterbury
D. Kecenderungan kontemporer dalam agama
1. Persaingan Agama
Walaupun agama menjunjung tinggi sikap damai, tetapi tidak jarang juga membagi manusia ke dalam kubu-kubu yang saling berperang. Kadang-kadang kelompok mengidentifikasikan diri dengan agama, misalnya orang-orang Katolik dan Protestan di Irlandia Utara, atau orang-orang Islam dan Kristen di Libanon yang menimbulkan perang yang kejam. Peperangan itu sendiri biasanya tidak secara langsung berhubungan dengan doktrin agama, tetapi hanya suatu perebutan kekuasaan di antara kelompok yang membawa label-label keagamaan.
Di lain pihak, adanya perbedaan iman dan ritus tidak jarang. Juga menjadi alasan persaingan, perdebatan, konflik politis, perselisihan keluarga dan bahkan kekerasan fisik. Setidak-tidaknya, orang belajar bahwa gerejanya sendiri membawa kebenaran sedangkan gereja lain dicemari kebohongan, suatu keyakinan yang menciptakan kelompok sendiri (in group) dan kelompok luar (out group) yang menyulitkan tercapainya saling pengertian.
Persaingan agama semacam itu tampak sangat menyolok di Amerika Serikat, yang tidak mempunyai gereja resmi yang memiliki lebih dari 200 sekte yang mengusahakan kesetiaan para anggota yang sering pindah agama.
2. Daya Tarik Aliran Kepercayaan
Aliran kepercayaan terdapat pada semua agama dan biasanya berusia pendek. Di Amerika Serikat terdapat beberapa kelompok, misalnya kelompok Sinanon atau Saintologi. Kelompok aliran kepercayaan dapat saja menyatakan kecemasan total terhadap nilai-nilai yang berlaku, dan para anggotanya seringkali setia secara fanatik, meskipun beberapa tahun kemudian mereka acapkali pindah ke kelompok aliran kepercayaan lain.
Aliran kepercayaan diduga lahir dalam masyarakat yang goyah pada masa terjadinya perubahan sosial yang cepat. Dan pertumbuhannya yang menjamur tampak jelas terutama di Kalifornia. Tampaknya kelompok-kelompok itu berkembang baik di daerah-daerah yang gereja-gereja besarnya lemah. Kelompok aliran kepercayaan menekankan kepatuhan terhadap pemimpin yang magnetis dan karismatik. Intensitas kesetiaan terhadap pemimpin kelompok itu, ditunjukkan secara mengerikan ketika lebih dari 900 anggota kelompok aliran kepercayaan Peoples Temple melakukan bunuh diri (atau ikut dalam bunuh diri masal) demi mengikuti pesan pemimpin mereka, Jim Jones. Walaupun tidak satupun kelompok aliran kepercayaan melakukan apa yang dilakukan oleh kelompok Peoples Temple, namun para anggota aliran kepercayaan lainya seringkali memiliki kadar kesetiaan yang setara, sehingga kegiatan para penganut aliran itu dapat disamakan dengan upaya melepaskan diri dari alam sadar, sebagaimana yang terjadi dalam alam halusinasi para pecandu obat bius.
Kelompok-kelompok aliran kepercayaan memiliki tradisi dan ajaran yang berbeda-beda namun semua itu berfungsi sama. Mereka menawarkan instropeksi dan penemuan diri yang disertai dengan kehangatan kelompok yang menunjang. Mereka menekankan kesucian jiwa, bukannya penalaran ilmiah dan logika, bahkan bukan pola cara pemikiran yang tradisional. Dalam dunia yang membingungkan, mereka menawarkan kepastian; dalam masyarakat yang impersonal, mereka memberikan keakraban; dalam dunia yang materialistis, mereka menganjurkan kepada orang agar mau mengacuhkan pemilikan harta pribadi.
Aliran kepercayaan sesekali mencoba untuk mengubah lembaga-lembaga sosial, tetapi aliran terebut lebih sering mendorong orang untuk menarik diri dari masyarakat. Para orang tua acapkali merasa kecewa bilamana melihat anak-anak mereka kehilangan segenap gairah hidup atau kesetiaan terhadap keluarga, karena mengikuti pemimpin kelompok aliran kepercayaan tertentu. Keadaan ini tampaknya mirip cerita purba tentang kisah peniup alat musik piper dari Hamlin, yang irama pipernya memancing anak-anak untuk meninggalkan rumah. Para orang tua berupaya menjauhkan para rema dari aliran kepercayaan agar orang luar yang kritis dapat membina kembali para remaja itu, serta dapat pula menunjukkan kepada para remaja tetang kesalahan dari cara-cara pemujaan aliran kepercayaan.
Kelompok-kelompok aliran kepercayaan tumbul dan tenggelam. Oleh karena itu, jumlah penganutnya sulit diperkirakan. Mungkin jumlahnya satu setengah juta orang di Amerika Serikat. Biasanya kegiatan dalam kelompok aliran kepercayaan bersifat sementara, karena ternyata para anggotanya hanya bertahan beberapa bulan atau tahun, kemudian pindah ke kegiatan lain. Terlepas dari hal itu keseluruhan kegiatan dan anggota-anggota aliran kepercayaan tampaknya semakin meningkat di Amerika Serikat.

LEMBAGA PENDIDIKAN
A. Perkembangan Lembaga Pendidikan
Masyarakat primitif dan kuno tidak memiliki lembaga pendidikan. Anak-anak mempelajari segala sesuatu yang perlu mereka ketahui dengan cara menyaksikan apa saja yang sedang berlangsung dan membantu suatu pekerjaan apabila dianggap praktis. Untuk mengajar seorang anak Indian berburu tidaklah diperlukan sekolah. Ayah anak itu akan memberikan petunjuk kepada sang anak. Cara pengajaran semacam itu merupakan bentuk yang paling mirip dengan “lembaga pendidikan” yang bisa ditemukan pada masyarakat sederhana. Pengajaran semacam itu, bukanlah sebuah lembaga pendidikan melainkan hanya merupakan sebagian dari tugas keluarga.
Sekolah mulai lahir ketika kebudayaan telah menjadi sangat kompleks, sehingga pengetahuan yang dianggap perlu tidak mungkin lagi ditangani dalam lingkungan keluarga. Seiring dengan perkembangan kerajaan-kerajaan, diperlukan pula pengumpul pajak dan pencatat. Agama yang sedang berkembang seringkali memerlukan penghafal Kitab suci dan tata cara upacara agama. Kita dapat membayangkan bagaimana seorang ayah yang pada saat mendidik anak atau keponakannya, mungkin setuju untuk menerima keponakannya yang lain, kemudian menerima lagi anak atau keponakan temannya untuk dididik pada waktu yang bersamaan. Kita dapat membayangkan bagaimana “kelas” semacam itu berkembang dalam beberapa generasi, sehingga lahirlah “guru” yang waktunya dipergunakan sepenuhnya untuk mengajar. Pada tahap itulah, yakni ketika telah terdapat orang-orang yang berspesialisasi guru dan anak-anak didik dalam kelas-kelas formal yang berlangsung di luar lingkungan keluarga, dan ketika telah ditemukan cara yang pantas untuk mendidik anak-anak tersebut, baru dapat kita katakan bahwa lembaga pendidikan telah lahir.
Analisis fungsional seperti yang dikemukakan di atas, yang mengamati pertumbuhan lembaga pendidikan dalam kaitannya dengan kebutuhan tenaga kerja, ditolak oleh para penganut teori konflik sebagai suatu analisis yang terlalu sederhana. Para penganut teori konflik mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mungkin lebih penting dan berpengaruh daripada faktor kebutuhan tenaga kerja, yang merupakan penyebab lahirnya pendidikan. Di semua negara maju, banyak orang memperoleh pendidikan yang jauh lebih tinggi dari keperluan yang dibutuhkan oleh pekerjaan mereka. Perguruan tinggi memenuhi kebutuhan akan status bagi orang-orang yang ingin merasa lebih hebat dan ingin terbebas dari persaingan untuk memperoleh jabatan tertentu, yang diperebutkan oleh orang-orang yang tidak memiliki ijazah sekolah. Hal demikian itu, merintangi kemungkinan terciptanya mobilitas vertikal bagi orang-orang dari kalangan kelas sosial rendah.
B. Sekolah Sebagai Sistem Sosial
Para ahli sosiologi mengemukakan bahwa setiap orang merupakan bagian dari suatu sistem sosial. Sekolah bukanlah sekedar suatu perkumpulan yang terdiri dari pelaksana adminsitrasi, guru dan murid dengan segala sifat dan pembawaan mereka masing-masing. Lebih dari itu, sekolah merupakan suatu sistem sosial yang di dalamnya terdapat seperangkat hubungan yang mapan yang menentukan apa yang terjadi di sekolah. Ciri-ciri pembawaan para individu tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan pola-pola interaksi. Apakah kepala sekolah seorang yang periang, tenang, jelek, cerdas atau biasa saja, ia tetap sebagai kepala sekolah dan harus bertindak sebagaimana seharusnya para sekolah bertindak. Demikian pula halnya dengan para guru, murid, penjaga sekolah, pegawai adminsitrasi dan orang lain yang terlibat dalam urusan sekolah, terlepas dari ciri-ciri kepribadian mereka. Memang pembawaan para individu mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mereka menjalankan peranan, namun tidak menentukan peranan itu sendiri. Kita hanya bisa mengetahui sedikit tentang sekolah, jika kita sekedar mempelajari kepribadian para individu di dalamnya. Sebaliknya, kita akan mengetahui banyak sekali tentang sekolah, jika kita mempelajari harapan-harapan dari masing-masing orang terhadap satu sama lainnya dalam peranannya yang berbeda.

1. Interaksi di sekolah
Sistem interaksi di sekolah dapat ditinjau sekurang-kurangnya dari tiga perspektif yang berbeda: (1) hubungan antara orang dalam dengan orang luar, (2) hubungan antara orang-orang dalam yang memiliki kedudukan berbeda, dan (3) hubungan antara orang-orang dalam yang memiliki kedudukan yang sama.
Orang yang paling banyak mengadakan hubungan di luar sistem adalah pengawas sekolah. Dialah orang yang bertanggung jawab mengoperasikan jenis sekolah yang dikehendaki masyarakat. Di samping itu, pengawas sekolah dipandang oleh orang-orang yang berada di dalam sistem sebagai pelindung mereka terhadap tuntutan orang-orang luar yang tidak masuk akal dan tidak profesional. Pengawas sekolah juga dipandang sebagai orang yang berusaha memelihara keharmonisan hubungan antara kelompok-kelompok yang berbeda di dalam sekolah.
Namun, bukan hanya para pengawas sekolah yang mengadakan interaksi dengan orang luar. Para murid merasa bahwa orang tua mereka memiliki harapan-harapan tertentu menyangkut bagaimana seharusnya putra-putri mereka berperilaku di sekolah. Sesungguhnya, harapan-harapan orang tua dan latar belakang keluarga berpengaruh besar terhadap prestasi yang dicapai anak didik. Para guru dan kepala sekolah juga merupakan bagian dari masyarakat mereka. Mereka membawa sikapnya ke sekolah, sikap yang terbentuk melalui hubungan mereka dengan para tetangga, teman, dan berbagai macam kelompok lainnya.
Konflik yang sudah melekat dalam hubungan sekolah cukup banyak jumlahnya. Tanggung jawab penjaga sekolah menyangkut kebersihan bertentangan dengan keinginan masyarakat untuk menggunakan gedung sekolah semaksimal mungkin. Kebebasan profesional guru bertentangan dengan kepentingan pengawas sekolah dalam menciptakan kelancaran pengajaran pada tiap-tiap kelas. Keinginan kepala sekolah unuk mencoba metode baru berhadap-hadapan dengan sikap enggan guru dan murid untuk menerima perubahan.
Sistem sekolah dapat dipandang sebagai kumpulan sejumlah orang yang menjalankan beberapa peranan dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sistem sekolah dapat pula dipandang sebagai sejumlah kelompok yang bertentangan satu sama lainnya untuk mencapai tujuan yang berbeda.
2. Sistem Status Siswa
Di sekolah terdapat sistem status yang menyerupai sistem kelas sosial pada masyarakat umumnya. Keanggotaannya banyak bergantung pada latar belakang kelas sosial keluarga murid. Kebanyakan sekolah memiliki murid yang berasal dari latar belakang kelas sosial yang berbeda-beda. Sejak di jenjang sekolah lanjutan pertama, para murid telah mulai mengelompokkan diri mereka ke dalam klik-klik. Anggota setiap klik berasal dari latar belakang kelas sosial yang sama.
Salah satu studi yang mendalam tentang pengaruh faktor kelas sosial di sekolah dilakukan oleh Hollingshead (1949). Ia menemukan bahwa mereka yang berada pada kelas sosial yang paling bawah tidak berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan sekolah – pesta, seni tari, olah raga, drama – dan jarang belajar secara serius. Sebuah penelitian yang lebih baru memperjelas gambaran tersebut dan menunjukkan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh anak yang berkelas sosial rendah di sekolah, sesuai dengan pandangan masyarakat terhadap status kelas sosial rendah dalam kehidupan masyarakat dewasa. Walaupun murid dari kalangan kelas sosial rendah memiliki apresiasi dan rasa senang yang tinggi terhadap sekolah, sebagaimana halnya dengan murid yang berasal dari keluarga yang lebih kaya, namun murid dari kelangan kelas sosial rendah tersebut lebih banyak mengeluh bahwa mereka sering “dilupakan”. Mereka ini juga lebih negatif dan ragu-ragu terahadap kemampuan mereka sendiri.
Hasil studi diatas didasarkan pada perbandingan terhadap track (pengelompokan murid berdasarkan kemampuannya) di sejumlah sekolah lanjutan pertama dan menengah. Walaupun siswa dari kalangan kelas sosial rendah lebih besar kemungkinannya berada pada track rendah, namun hal tersebut tidak berlaku pada semua sekolah. Sejumlah murid dari kalangan kelas sosial rendah, terbukti mampu mencapai track yang tinggi. Bagi murid seperti itu, pengalaman masa sekolah mereka sangat berbeda dengan pengalaman masa sekolah para murid lainnya yang berlatar belakang kelas sosial sama.
Disekolah juga terdapat sistem status yang didasarkan pada prestasi murid. Sistem ini bertumpang-tindih dengan sistem status kelas sosial. Sebuah studi tentang sistem ini menunjukkan bahwa peringkat teratas diduduki oleh para bintang olah raga, dan status tertinggi bagi wanita diduduki oleh para kekasih para bintang olah raga tersebut. Kegiatan lain (drama, musik) berada pada peringkat kedua, dan prestasi akademik yang gemilang menempati peringkat yang ketiga. Studi tersebut tidak memperhitungkan adanya perubahan menyangkut semakin besarnya perhatian terhadap program olah raga bagi wanita. Apakah kelak olahragawati akan memperoleh status yang sama dengan olahragawan?.
3. Klik Siswa
Klik siswa adalah kelompok kecil yang terdiri dari teman-teman akrab, biasanya terdiri dari murid-murid yang memiliki tingkat status yang sama. Klik semacam itu merupakan kelompok utama yang diikat oleh minat yang sama dan persahabatan. Setiap kelas biasanya memiliki dua klik atau beberapa pasangan (kelompok yang terdiri dari dua orang), serta beberapa siswa lepas (mereka yang tidak termasuk baik dalam klik maupun pasangan). Seorang pemimpin siswa adakalanya menyatukan seluruh siswa dalam kelas untuk mendukung atau menentang tujuan tertentu.
Perilaku para murid umumnya didorong oleh hasrat untuk diterima di disenangi oleh para anggota klik mereka, karena tidak ada yang lebih pahit bagi seorang siswa daripada perasaan tidak “diterima”. Penelitian sosiometrik dapat mengidentifikasi hubungan antara para anak didik. Mereka diberi beberapa pertanyaan, misalnya siapa yang mereka anggap sebagai teman-teman dekat atau kepada siapa mereka meminta nasehat. Segelintir murid, yang secara sosiometrik disebut “para bintang”, akan dipilih oleh kebanyakan murid. “Para bintang” inilah yang merupakan pemimpin. Mereka yang tidak dipilih oleh seorang pun merupakan siswa lepas.
C. Fungsi Manifes Pendidikan
Dua fungsi manifes yang utama dari pendidikan adalah membantu orang untuk sanggup mencari nafkah hidup dan menolong orang untuk mengembangkan potensi demi pemenuhan kebutuhan pribadi dan pengembangan masyarakat. Kedua fungsi tersebut saling berkaitan, namun tidaklah sama. Menjadi seseorang yang memiliki pendidikan yang lengkap merupakan suatu hal yang sulit, kecuali jika ia mampu memperoleh nafkah. Di lain pihak, seorang karyawan mungkin akan lebih dihargai, jika berpendidikan tinggi dan bukan hanya sekedar memiliki keterampilah khusus. Namun, pendidikan umum yang baik tidak selamanya menghasilkan keterampilan yang bisa dipasarkan; sedang pendidikan kejuruan yang fokusnya terlalu sempit dapat membuat orang tidak tahu menahu tentang pengetahuan kebudayaan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang sukses.
Kebanyakan pekerjaan memerlukan kemampuan membaca dan banyak juga yang memerlukan latihan khusus. Revolusi sibernatika bersama mesin-mesin komputer dan robot menurunkan permintaan akan tenaga kerja yang terampil, dan menggeser kedudukan beberapa pekerjaan tradisional. Pasaran kerja bagi orang-orang profesional dan semiprofesional serta ahli-ahli tehnik semakin luas.
Masih banyak fungsi manifes pendidikan lainnya seperti: melestarikan kebudayaan dengan cara mewariskannya dari generasi yang satu ke generasi selanjutnya; merangsang partisipasi demokratis melalui pengajaran keterampilan berbicara dan mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional dan bebas; memperkaya kehidupan dengan menciptakan kemungkinan untuk berkembangnya cakrawala intelektual dan cita rasa keindahan para siswa; meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri melalui bimbingan pribadi dan berbagai kursus; meningkatkan taraf kesehatan para pemuda bangsa melalui latihan olah raga dan kursus tentang ilmu kesehatan; menciptakan warga negara yang mencitai tanah air melalui pelajaran yang melukiskan kejayaan bangsa; menunjang integrasi antar ras yang berbeda, mengadakan hiburan umum (pertandingan olah raga, pertunjukan band sekolah, drama); dan yang terakhir “membentuk kepribadian”.

D. Fungsi Laten Pendidikan
1. Perpanjangan Masa Ketidakdewasaan
Salah satu fungsi laten pendidikan ialah menciptakan sikap tidak dewasa dan penguluran masa ketidakdewasaan. Masa pendidikan yang diperpanjang menunda pengalihan peranan orang dewasa kepada anak. Hal ini memperlambat masuknya sang anak ke pasaran kerja. Pendidikan tinggi lebih memperpanjang masa ketergantungan; bahkan para mahasiswa yang sudah memiliki pekerjaan sambilanpun biasanya masih harus memerlukan bantuan dari orang tua mereka. Contoh yang paling nyata adalah mahasiswa “abadi”, yang hanya mengumpulkan bobot kredit sementara ia masih hidup dari pinjaman, honor sebagai asisten atau pekerjaan yang tidak tetap, namun tidak pernah menyelesaikan studi dan ikut bersaing untuk memperoleh pekerjaan tetap.
2. Melemahnya Pengawasan Orang Tua
Otoritas orang tua terhadap anak dikurangi oleh sekolah. Beberapa nilai orang tua mungkin saja ditentang atau bahkan diejek sebagai nilai yang aneh dan ketinggalan zaman. Sekolah seringkali mengembangkan perilaku murid dan menggunakan bahan-bahan pengajaran yang menentang standar moral orang tua. Dalam banyak hal, pengawasan orang tua dikurangi oleh sekolah.
3. Mempertahankan Sistem Kelas Sosial
Lembaga pendidikan mengakui adanya hierarki peranan kedudukan dan status pekerjaan, karena hal tersebut diperlukan dalam mempersiapkan siswa untuk mendudukinya. Sementara itu, para siswa disosialisasikan untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan sistem status dan peranan tersebut. Bukanlah merupakan rahasia bahwa jurusan-jurusan di Univeristas, yang bertalian erat dengan persiapan kejuruan, seperti bisnis, perdagangan, pertanian dan teknik, mempunyai ciri khas yang secara politis sangat konservatif; sedang jurusan-jurusan yang paling kurang bertalian dengan pekerjaan, seperti ilmu-ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu pengetahuan sosial, adalah yang paling tidak konservatif. Beberapa penganut teori konflik berpendapat bahwa lembaga pendidikan dirancang dengan maksud untuk mempertahankan agar sistem kelas sosial tidak berubah. Selebihnya mengatakan bahwa hal tersebut sekedar konsekuensi laten daripada latihan kerja.
E. Hubungan Timbal Balik Dengan Lembaga Lainnya
1. Pendidikan dan Keluarga
Kebanyakan fungsi yang ditangani oleh keluarga diambil alih oleh sekolah. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan masyarakat yang membutuhkan semakin banyak keahlian dan pelbagai macam pengetahuan. Sehubungan dengan itu, keluarga tidak lagi merupakan tempat yang efisien untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas. Dalam sejarah Amerika, pelajaran dasarlah (membaca, menulis dan menghitung) yang pertama kali beralih dari keluarga ke sekolah. Kemudian menyusul pengajaran kejuruan dan yang terakhir pelbagai jenis pengetahuan sosial dan apresiasi musik. Sekolah telah menjadi “tempat pembuangan” bagi segala sesuatu yang menurut pandangan masyarakat tidak lagi mampu ditangani secara baik oleh keluarga.
Apakah sekolah telah mempengaruhi kehidupan keluarga? Ya, dalam banyak hal. Sekolah sering mengkritik para orang tua dan mengembangkan berbagai program yang mengganggu pekerjaan sehari-hari dan jadwal keluarga. Hubungan sekolah dengan keluarga dapat diibaratkan sebagai “sebuah jalan raya yang berjalur dua arah”.
2 Pendidikan dan Agama
Sepanjang sejarah peradaban Barat, pendidikan dan agama selalu saling berkaitan. Kebutuhan mendidik para calon pastor dalam agama Kristen merupakan salah satu alasan tertua untuk mendirikan sekolah. Begitu pula dalam agama Islam, dengan semakin berkurangnya jumlah para penghafal Quran maka diperlukan suatu lembaga khusus untuk mendidik seseorang menjadi huffaz (penghafal Al Quran).
Kebanyakan sekolah dan universitas di Amerika yang terdahulu dikelola oleh gereja. Pada umumnya sekolah negeri dan lembaga pendidikan tinggi didirikan pada abad lalu. Pendidikan di banyak negara Eropa pada umumnya masih dikelola oleh gereja.
3. Pendidikan dan Lembaga Politik Ekonomi
Pada masyarakat zaman dahulu, pendidikan tidaklah berkaitan erat dengan lembaga politik ekonomi. Pada kerajaan-kerajaan besar, beberapa pendidikan tertentu dibutuhkan sebagai pencatat, pengumpul pajak dan pegawai lainnya. Hanya itu yang diperlukan. Di Eropa pada abad pertengahan, hanya gereja saja yang berhubungan erat dengan sekolah. Buku-buku sangatlah mahal dan hanya orang kaya sajalah yang mampu memilikinya. Kecuali sejumlah anak miskin yang akan menjadi pastor/pendeta, hanya anak-anak golongan elitlah yang mampu duduk di universitas.
F. Pendidikan Amerika: Sukses atau Gagal?
1. Penurunan Prestasi Belajar
The International Association for the Evaluation of Educational Achievement menerbitkan 12 jilid perbandingan hasil test kemajuan belajar antara tahun 1967 sampai 1977. Di situ di tunjukkan secara jelas bahwa para siswa dan mahasiswa Amerika tidak bekerja atau belajar sekeras siswa dan mahasiswa di negara-negara maju lainnya. Langkah-langkah untuk memperbaiki prestasi belajar siswa/mahasiswa Amerika pun mencemaskan. Setiap tolok ukur yang dipergunakan menunjukkan bahwa rata-rata prestasi belajar siswa di Amerika Serikat menurun pada tahun-tahun terakhir.
Pengaruh televesi merupakan salah satu penyebab menurunnya prestasi belajar di Amerika. Selain itu pemilikan mobil memungkinkan lahirnya godaan untuk “berkeliling-keliling” dan kegiatan lain yang mengganggu gairah belajar. Semua itu sering memerlukan pekerjaan sambilan untuk membiayainya, sehingga tugas-tugas sekolah menjadi terbengkalai. Kebiasaan menyetel televisi atau radio, lalu mendengarkan latar belakang suaranya sambil mengerjakan tugas sekolah mungkin meruapakan sesuatu yang buruk. Masih banyak kegiatan lain yang mengganggu dan saling bersaingan untuk merebut perhatian pelajar.
Jika sekolah, yang para siswanya memiliki prestasi belajar tinggi, dibandingkan dengan sekolah yang para siswanya memiliki prestasi belajar yang rendah, maka akan terlihat beberapa perbedaan yang menonjol, meskipun telah diberikan kelonggaran terhadap faktor perbedaan latar belakang keluarga dan kelas sosial. Ciri-ciri sekolah yang tingkat kemajuan belajarnya tinggi ialah:
1) Tertib dan disiplin, sehingga para siswa dan guru dapat memusatkan perhatian pada pelajaran, bukannya kegiatan lain.
2) Suasana sekolah yang menekankan pentingnya belajar dan imbalan terhadap kemampuan belajar.
3) Dukungan orang tua terhadap usaha sekolah untuk memelihara disiplin dan meningkatkan kemajuan belajar.
Fasilitas pendidikan, seperti peralatan sekolah yang hebat, staf pengajar yang bertitel tinggi, dan besarnya biaya pendidikan permurid, tidaklah terlalu penting. Kebanyakan eksperimen pendidikan yang yang biayanya tinggi, yang diadakan selama tahun 60-an dan 70-an terbukti hanya memberikan sedikit hasil. Dewasa ini sekolah cenderung menerapkan disiplin, memberikan pekerjaan rumah, menekankan prestasi belajar yang tinggi dan memberikan kebebasan yang luas bagi pelaksanaan administrasi untuk menerapkan kebijakan sekolah yang mantap, tanpa adanya campur tangan dari pihak luar.
2. Pengaruh Kelas Sosial Terhadap Kegiatan Belajar
Dalam penentuan baik prestasi belajar seseorang maupun prestasi belajar rata-rata di sebuah sekolah, kualitas sekolah tidak terlalu penting dibandingkan dengan latar belakang kelas sosial siswa. Studi yang dilakukan di setiap negara tahun demi tahun menunjukkan anak-anak dari kalangan kelas sosial rendah belajar jauh leibh sedikit, lebih sering alpa dan lebih dahulu putus sekolah daripada anak-anak dari kalangan kelas sosial menengah dan atas.
Bahkan di negara-negara yang menyatakan diri bahwa mereka lebih memperhatikan anak-anak dari kalangan kelas pekerja pun ditemukan tingkat prestasi belajar yang tidak berbeda dengan yang dikemukakan di atas. Di Rusia Perdana Menteri Khrushchev menaikkan jumlah mahasiswa yang berasal dari kalangan pekerja dan petani. Sistem tersebut dihentikan setelah diperoleh hasil yang menunjukkan adanya penurunan prestasi akademik, kenaikan tingkat putus sekolah, dan kelulusan banyak spesialis yang dididik secara kurang sempurna. Hanya pada beberapa negara berkembang saja dapat ditemukan bahwa faktor kualitas sekolah lebih berperanan daripada latar belakang kelas sosial para siswa. Di negara-negara tersebut sekolah-sekolah yang “miskin” itu bahkan kekurangan fasilitas dasar dan tenaga pengajar yang layak. Namun demikian, gambaran situasi semacam itu terjadi di mana-mana, kebanyakan mereka yang berprestasi belajar rendah adalah anak-anak yang berasal dari kalangan kelas pekerja, dan kebanyakan mereka yang berprestasi belajar tinggi adalah anak-anak yang yang berlatar kelas sosial menegah atau kelas sosial atas.
Kebanyakan ahli pendidikan sependapat bahwa prestasi belajar rendah para siswa dari kalangan kelas sosial rendah disebabkan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan keluarga yang tidak mungkin diubah oleh kebijakan-kebijakan sekolah. Keluarga kelas sosial rendah lebih besar dan orang tua harus membagi perhatian mereka terhadap jumlah tanggungan yang lebih banyak. Orang tua kelas sosial menengah umumnya berpendidikan dan memberikan perhatian terhadap kemajuan belajar anak-anak mereka secara aktif. Lingkungan keluarga kelas sosial menengah memiliki lebih banyak buku dan majalah, serta ruang yang tenang untuk belajar. Barangkali yang paling berperanan ialah adanya kenyataan bahwa anak-anak dari kalangan kelas sosial menengah, hidup dalam lingkungan sosial yang dikelilingi oleh banyak orang yang berkarir sukses, karena telah bersekolah dengan baik. Bagi anak-anak dari kalangan kelas sosial menengah, memiliki prestasi belajar yang baik merupakan persyaratan penting dalam mencapai kesuksesan.
Faktor perbedaan latar belakang kelas sosial memberikan dorongan kepada anak-anak dari kalangan kelas sosial menengah, sebaliknya merupakan hambatan bagi anak-anak dari kalngan kelas sosial rendah. Dapatkah pengaruh perbedaan kelas sosial terhadap kegiatan belajar dikurangi? Hauser dan Featherman menyatakan bahwa pengaruh perbedaan kelas sosial terhadap kegiatan belajar, telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini. Sejumlah sekolah dalam kota yang muridnya kebanyakan berkulit hitam dan miskin, mewakili prestasi akademik yang tinggi. Jelaslah bahwa sekolah yang teratur, memiliki ruangan yang nyaman dan kamar kecil, staf pengajar yang penuh pengabdian terhadap pendidikan, orang tua yang mengharapkan dan menghargai kebiasaan belajar yang baik, akan bisa mencapai mutu pendidikan yang tinggi, meskipun siswa siswinya miskin dan fasilitas lainnya tidak terlalu hebat.
3. Batas-batas Pemujaan Ijazah
Banyak program latihan mewajibkan para pelamar untuk lulus ujian penerimaan. Banyak bidang pekerjaan tertutup selamanya bagi mereka yang tidak mampu lulus tes dan memperoleh ijazah yang diperlukan. Para ahli teori konflik, menuduh bahwa banyak persyaratan ijazah yang terlalu berat, dan tidak diperlukan untuk membuktikan kemampuan seseorang. Sejumlah tes penerimaan sering menjatuhkan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan bahasa, sopan santun dan pengetahuan tambahan lainnya yang berlaku di lingkungan sosial menengah. Tes semacam itu melindungi “orang-orang dalam” dalam persaingan dengan “orang-orang luar”, dengan demikian mempertahankan ketidak adilan dan hak-hak istimewa.
Banyak penelitian yang mendukung tuduhan tersebut di atas. Ijazah dan hasil penerimaan telah terbukti sebagi tolok ukur prestasi kerja yang buruk. Persyaratan latar belakang pendidikan sering diperketat, tanpa adanya bukti bahwa prestasi kerja juga akan meningkat. Seringkali malah sama sekali tidak ada peningkatan prestasi kerja, karena acapkali orang-orang yang memiliki pendidikan yang terlalu tinggi untuk suatu pekerjaan tertentu, ternyata prestasi dan kepuasan bekerjanya lebih rendah. Pemujian ijazah belum berakhir, namun mereka yang menuntut persyaratan ijazah harus mampu membuktikan bahwa mereka benar-benar ingin menutup peluang bagi orang-orang yang tidak cakap, bukannya merugikan orang-orang dari kalangan kelas sosial rendah.

G. Ilmu Pengatahuan Dan Teknologi Sebagai Lembaga
Sekitar satu atau dua abad lalu, ilmu pengetahuan hanya merupakan kesenangan pribadi orang-orang kaya yang mempunyai banyak waktu luang. Dahulu manfaat praktek ilmu pengetahuan sangatlah kecil, sehingga selama masa perang Napeoleon para ilmuan dapat secara bebas melakukan perjalanan antara Perancis dan Inggris untuk menyebarkan pengetahuan mereka yang tidak merusak.
Dewasa ini ilmu pengetahuan telah dilembagakan. Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan diakui sebagai sesuau yang sangat penting. Ilmu pengatahuan telah distandardisasi; para ilmuwan di negara-negara yang berbudaya menggunakan metode-metode dan prosedur yang sama, katena tidaklah dikenal cara melakukan eksperimen ilmiah atau cara memprogram komputer yang berciri khas kapitalis, Kristen atau atheis.
Ilmu pengetahuan merupakan upaya pencarian pengetahuan yang dapat diuji dan diandalkan, yang dilakukan secara sistematis menurut tahap-tahap yang teratur dan berdasarkan prinsip-prinsip serta menurut tahap-tahap yang teratur dan berdasarkan prinsip-prinsip serta prosedur tertentu, sedangkan Teknologi adalah penerapan penemuan-penemuan ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Penyelidikan ilmiah terus menerus menyajikakan penemuan-penemuan baru, melalui penggunaan metode-metode yang telah dilembagakan secara cermat. Para ilmuwan di pemerintahan, industri, atau di laboratorium universitas bekerja menurut cara-cara yang bisa diperkirakan untuk menemukan penemuan baru yang sebelumnya tidak bisa diramalkan.
Interaksi antara lembaga-lembaga sosial lainnya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan kita dewasa ini. Oleh karena pengaruh tersebut berlangsung secara timbal balik, maka terlebih dahulu marilah kita melihat bagaimana lembaga-lembaga lain mempengaruhi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Upaya pencarian ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi dapat didorong, dibatasi atau diarahkan oleh pemerintah, dunia usaha, agama dan pendidikan. Pemerintah bisa saja mendukung cara-cara lama atau sebaliknya merangsang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dewasa ini pemerintah merupakan sumber dana yang paling besar bagi penelitian. Pemerintah pun bisa saja menunjang teknologi baru dengan penerapan peraturan pajak yang meringankan pembelian peralatan baru. Dunia suaha menunjang penelitian dan memperkenalkan produk baru. Agama bisa saja menentang ilmu pengetahuan dan menganggapnya sebagai ancaman terhadap keyakinan agama. Perusahaan bisa mengalami kebangkrutan, apabila mereka tidak mau menggunakan teknologi mutakhir; pemerintah menyadari bahwa perubahan teknologi telah mengubah masalah-masalah yang dihadapi, agama harus menyesuaikan ajaran-ajarannya untuk menghadapi interpretasi ilmiah yang baru dan pendidikan berusaha mempersiapkan anak didik untuk mengahadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1. Ketidakmungkinan Penolakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Terdapat suatu pandangan bahwasanya sekali ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan, maka perkembangannya tidak bisa lagi dihentikan. Tentu saja kita bisa melarang penelitian ilmiah dan teknologi, namun hal demikian akan segera membuat kita terbelakang. Seluruh bidang ilmu pengetahuan saling berkaitan dan saling tergantung satu sama lainnya. Penemuan di suatu bidang akan memungkinkan lahirnya pandangan-pandangan baru di bidang lain.
Marx mungkin telah membuat kesalah dengan menempatkan lembaga ekonomi sebagai lembaga yang paling berpengaruh di antara semua lembaga lainnya. Kemungkinan ilmu pengetahuan dan teknologilah yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap hubungan sosial kita daripada lembaga-lembaga lainnya. Kini perakitan yang diterpkan oleh Henry Ford’s barangkali memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap hubungan antara para pekerja daripada program Persatuan Pekerja Mobil (United Automiblie Workers). Dengan menciptakan mesin pemisah kapas yang menguntungkan perkebunan kapas besar, maka para pencipta sesungguhnya lebih berperan dalam menyebarluaskan perbudakan dari seluruh politikus. Satu abad kemudian, penggunaan mesin pemetik kapas menghancurkan sistem perkebunan yang diciptakan oleh pemisah kapas.
Biasanya pembahasan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi disimpulkan dengan tema kisah Frankenstein, umat manusia telah menciptakan kekuatan yang mereka sendiri tidak mampu menghentikan dan menguasainya. Apakah pandangan kemanusiaan yang tergantung pada kekuasaan mesin semacam ini benar?. Meskipun “komputer yang mengamuk” merupakan tema populer pada pengarang ilmu pengetahuan fiktif, namun tema itu tidak lebih sekedar tema cerita fiktif. Komputer tidak memiliki jiwa sendiri, mereka hanya melakukan apa yang diinginkan oleh pembuat program (programmer). Memang benar bahwa sekali teknologi baru diterima, maka konsekuensi terselubungnya mungkin tidak bisa lagi dihentikan. Mobil-mobil mengakibatkan polusi, produksi massal memperluas keseragaman, dan godaan agar menggunakan teknologi yang tersedia seringkali tidak bisa dihindari. Sekali lagi, senjata baru (senjata pistol, meriam, kapal selam, senapan mesin, gas beracun, bom atom) pada mulanya dianggap terlalu berbahaya untuk dipakai, namun akhirnya dipakai juga. Apakah kita harus menjadi korban-korban teknologi yang tidak berdaya?
Hal ini tergantung pada nilai-nilai kita. Mobil sangat menyenangkan, sehingga kita agaknya tidak akan pernah berhenti menggunakannya sampai saat semua bahan bakar habis; sebaliknya, kita bersedia menghentikan pemakaian penyemprot erosol yang berisi Freon, yang dapat merusak lapisan ozon. Kita masih menggunakan erosol, namun tanpa freon lagi. Memang benar bahwa sesuatu yang bermanfaat dapat tetap dipakai, namun manusialah yang memutuskan bagaimana cara menggunakannya.
Pertanyaan apakah orang bisa menguasai teknologi, mempunyai jawaban yang jelas. Jawabannya ialah bisa, asalkan terdapat nilai-nilai yang dipandang lebih berharga. Manakala orang menggunakan teknologi secara sembrono, maka ilmu pengetahuanlah yang akan dipersalahkan. Selama tahun 70-an di Amerika muncul kebangkitan besar-besaran menyangkut keprihatinan lingkungan. Pemerintah tampaknya lebih mengutamakan pembangunan daripada pelestarian lingkungan. Penggunaan teknologi secara serampangan telah dikecam dan sekian banyak hasil telah dicapai melalui pemanfaatan teknologi untuk pelestarian lingkungan. Jadi, ilmu pengetahuan dan teknologi bisa menjadi budak dan bukannya tuan-tuan penguasa, asalkan saja kita bisa menyepakati cara penggunaannya.
Lembaga Politik Ekonomi
A. Perkembangan Lembaga-Lembaga Politik Ekonomi
Ketika manusia masih hidup dengan cara mengumpulkan biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, kebutuhan akan perdagangan dan pemerintahan hanya sedikit sekali. Keluarga besar masih cukup mampu mengatur kegiatan-kegiatannya. Setiap masyarakat mengembangkan cara-cara yang melembaga untuk memenuhi kebutuhannya akan sandang, pangan dan apa saja yang diperlukan. Pembagian makanan misalnya, merupakan kegiatan yang melembaga pada banyak masyarakat sederhana, terutama jika mereka mengadakan perburuan secara besar-besaran. Setiap rumah tangga di desa memiliki hak yang diakui untuk memperoleh sebagian dari hasil buruan yang dilakukan oleh siapa saja dalam desa tersebut. Hal tersebut merupakan hal yang dilembagakan. Jadi, lembaga ekonomi lahir dari usaha orang yang bersifat coba-coba (trial and error) dalam memenuhi kebutuhan mereka (menurut analisis fungsional), atau seringkali lembaga ekonomi lahir dari keberhasilan suatu kelompok memaksakan sekian banyak tugas dan kewajiban terhadap kelompok manusia lainnya (menurut analisis konflik).
Perdagangan mulai lahir ketika orang-orang menginginkan sesuatu yang diproduksi oleh tetangga mereka; lambat laun proses pertukaran distandardisasi, diatur, dan dapat diramalkan, sehingga akhirnya dianggap perlu untuk dilembagakan. Lembaga-lembaga ekonomi lahir ketika orang-orang mulai mengadakan pertukaran barang secara rutin, membagi-bagi tugas dan mengakui adanya tuntutan dari seseorang terhadap orang lain. Pemeliharaan hewan ternak, munculnya petani yang memerlukan tanah, dan pertumbuhan industri, merupakan faktor-faktor yang menunjang perkembangan sistem ekonomi dan pemerintahan.
Bagaimana persisnya asal-usul lahirnya pemerintahan tidak ditemukan secara jelas dalam sejarah. Dari para ahli Antropologi kita mengetahui bahwa masyarakat sederhana tidak memiliki pemerintahan. Beberapa masyarakat, seperti masyarakat Polar di Eskimo, bahkan tidak mengenal “kepala-kepala keluarga”, walaupun terdapat beberapa orang yang dihormati dan memiliki pengaruh yang lebih besar dari orang lain. Pertumbuhan otoritas politik tampaknya seirama dengan pertumbuhan kompleksitas budaya – dari kepala keluarga ke dewan suku (tribal council), selanjutnya ke kepala suku (chief). Namun, banyak masyarakat sederhana yang tidak mempunyai pemimpin, kecuali pemimpin kelompok penyerang yang bersifat sementara.
Kata “beradab” mengandung pengertian adanya sistem hukum sipil/perdata yang menggantikan atau sebagai tambahan pada otoritas tradisional, yang dijalankan oleh para pejabat yang ditunjuk. Keberadaan pemerintah sipil baru dianggap perlu ketika peradaban kuno di sepanjang sungai Nil, Tigris, dan Euphrates, Gangga dan ditempat lain mulai muncul. Irigasi pertanian dengan sistem parit dan pintu kendali, memerlukan perlindungan dari ancaman para perusak dan perlindungan atas hak tanah serta harta milik lainnya. Perkembangan perdagangan dan ekonomi menciptakan kebutuhan akan pemerintahan.
Feodalisme adalah seperangkat lembaga ekonomi dan politik yang berkembang di beberapa tempat, yang mengalami tahap peralihan dari masyarakat suku kemasyarakat bangsa (negara), dan didasarkan pada sejumlah hak dan kewajiban timbal balik. Raja, dalam istananya bersama sejumlah perwiranya menjaga keamanan, melindungi penduduk, harta benda, dan hak untuk menggunakan sebidang tanah. Penduduk memberikan pelayanan dan kesetiaannya yang tulus kepada raja. Jadi, feodalisme merupakan suatu cara mengatur kehidupan dan sistem kerja pada suatu kurun waktu tertentu dalam sejarah. Feodalisme berakhir ketika kemajuan perdagangan, pertumbuhan kota-kota, dan perkembangan negara kesatuan yang terpusat, merasakannya sebagai lembaga penghambat, dan bukan sebagai lembaga yang berguna.
Konflik kepentingan muncul antara raja dengan para bangsawan daerah, antara kota-kota kecil dengan tanah-tanah feodal, dan antara gereja dengan raja dan para bangsawan daerah. Memang cukup menarik bahwasanya di satu pihak kebangkitan dan kejatuhan feodalisme sangat sesuai dengan perspektif teori fungsional (lembaga lahir karena bermanfaat secara fungsional dan jatuh manakala tidak lagi bermanfaat), dan di lain pihak sesuai pula dengan perspektif teori konflik (lembaga lahir karena melayani kepentingan golongan penguasa dan jatuh mana kala kelompok lain, dengan kepentingan yang baru, muncul menyaingi golongan penguasa).
Memang sudah sejak awal kemunculannya, pemerintah sudah selalu berurusan dengan masalah-masalah ekonomi. Pada abad lalu, kegiatan ekonomi pemerintah Amerika berkembang dengan pesat. Perkembangan ekonomi menciptakan pembagian kerja. Sekarang Amerika memiliki 12.000 profesi ang tercatat dalam The Dictionary of Occupational Titles. Spesialisasi melahirkan pelbagai kelompok yang saling bersaing dengan kepentingan yang berbeda, misalnya, para petani berhadap-hadapan dengan pedagang perantara, pedagang perantara berhadap-hadapan dengan konsumen, dan pemerintah berupaya mendamaikan pertentangan di antara mereka. Jadi, perkembangan ekonomi mendorong pertumbuhan pemerintahan.
Peperangan juga mendorong pertumbuhan pemerintahan. Satu regu militer yang disiplin akan mampu mengalahkan segerombolan perusuh yang jumlahnya berlipat ganda, namun tidak terorganisasi. Semua peperangan memerlukan organisasi. Perang modern membutuhkan pengorganisasian dan pengkoordinasian banyak orang, serta pengadaan bermacam-macam perbekalan dalam jumlah yang besar.
Pada masyarakat modern, fungsi pelayanan sosial telah menjadi faktor yang menentukan pertumbuhan pemerintahan. Sejak sekitar satu abad yang lalu, negara-negara Barat mulai mengadakan pelayanan langsung kepada para warga negaranya. Dewasa ini, kebanyakan negara menyediakan bermacam-macam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Berdasarkan semua alasan itulah, pemerintah Amerika di seluruh tingkat menyerap kurang lebih sepertiga dari pendapatan kotor nasionalnya. Bahkan di beberapa negara, jumlah yang diserap lebih banyak lagi.
Lembaga politik-ekonomi bukan sekedar alat pelaksana yang distandardisasi. Sebagaimana halnya dengan lembaga-lembaga lain, lembaga politik-ekonomi juga mencakup pandangan, perasaan, tradisi dan nilai-nilai yang mendukung. Pembuatan sampan di kalangan orang Polineisa, perburuan beruang di kalangan orang Eskimo, penanaman padi dalam kebudayaan pertanian di Asia Tenggara, upacara peletakan batu pertama untuk gedung pemerintah, dan upacara pemberian nama untuk pesawat baru – semua itu berkaitan dengan peranan, tradisi dan upacara keagamaan yang rumit sudah ditentukan. Semua upacara keagamaan itu mempererat hubungan kerja sama antara sesama manusia dan membawa rahmat Tuhan pada kegiatan yang berlangsung. Upacara pada pemerintahan modern ditandai oleh kibaran bendera, irama lagu mars dan bangunan-bangunan mewah. Bahkan dunia usaha modernpun memanfaatkan tradisi, upacara keagamaan dan perasaan. Lagu-lagu iklan, cerita-cerita tentang pemimpin bisnis yang karismatik, pemberian dana sosial dan pelayanan masyarakat, pelaksana pesta perpisahan bagi karyawan yang akan pensiun – semua itu dimaksudkan agar sistem dunia usaha memperoleh kesan sebagai suatu lingkungan sekumpulan manusia yang bersuasana hangat, bukannya sekedar sebuah mesin ekonomi yang dingin.
B. Pola-Pola Politik Ekonomi
1. Tipe Ekonomi Campuran
Dewasa ini, tidak terdapat satupun masyarakat yang sepenuhnya “kapitalis”. Masyarakat yang dikenal sebagai masyarakat kapitalis sesungguhnya merupakan masyarakat “campuran”, dimana harta milik pribadi dan sistem keuntungan digabungkan dengan sejumlah campur tangan dan pengarahan pemerintah. Pada masyarakat Amerika, yang dianggap sebagai masyarakat kapitalis, dan masyarakat Swedia, yang dianggap sebagai masyarakat sosialis, hubungan antara pemerintahan dengan ekonomi mempunyai bentuk yang sama, namun kadar hubungannya berbeda. Baik pada masyarakat Amerika maupun pada masyarakat Swedia, sebagian besar kegiatan ekonomi masyarakat dijalankan oleh pengusaha yang berupaya untuk mencapai keuntungan. Namun, pada setiap negara itu pemerintah juga menjalankan beberapa perusahaan. Pengendalian pemerintah atas suplai (pasokan) uang dan kredit berpengaruh besar terhadap kegiatan ekonomi di kedua negara tersebut; sedang perubahan pengeluaran pemerintah juga mempengaruhi perkembangan dunia usaha. Akhirnya, kedua negara tersebut beroperasi sebagai negara kesejahteraan yang memberikan sejumlah pelayanan, seperti pelayanan perumahan, pendidikan, pengobatan dan penghasilan minimum.
2. Masyarakat Komunis
Istilah “demokrasi” pada masyarakat komunis dipakai untuk menggambarkan sebuah sistem masyarakat yang yang rakyatnya tidak memiliki sarana pengendalian yang efektif, tetapi dalam masyarakat komunis tersebut sebuah partai diktator menyatakan diri sebagai wakil rakyat yang memerintah atas nama rakyat. Segenap koordinasi ekonomi, termasuk tingkat harga, tingkat gaji, dan jenis barang yang diproduksi, ditentukan oleh badan pusat perencanaan. Pertanian seringkali dikelola pada tanah pertanian kolektif, yang sering dikecam keras oleh para petani. Di Cina, kekecewaan terhadap pertanian kolektif mengakibatkan tumbuhnya pasar-pasar swasta dan tanggung jawab pribadi yang lebih besar, serta penghargaan terhadap usaha pengolahan tanah sendiri. Rusia, yang sebelum revolusi merupakan salah satu negara pengekspor bahan pangan yang terbesar, tidak lagi mampu mencukupi bahan pangannya sejak revolusi meletus; hanya dengan mengimpor bahan pangan dari negara-negara kapitalislah penduduk Rusia dapat bertahan hidup.
Pada tahun-tahun belakngan ini, beberapa komunis di Eropa telah kembali menganut sebagian model kapitalis, dimana setiap industri lebih banyak menentukan kebijakan usahanya, sehingga kegiatannya diharapkan mampu menghasilkan “keuntungan”. Keuntungan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan keinginan pemerintah. Yugoslavia merupakan negara komunis yang memberikan tingkat kebebasan yang terbesar kepada perusahaan itu sendiri. Sementara negara-negara komunis telah kembali mengkuti model perdagangan kapitalis, negara-negara yang dikenal sebagai negara-negara kapitalis mulai menerapkan pemilikan modal yang dkuasai oleh pemerintah dan pekerja. Pada beberapa negara Eropa Barat pemerintah merupakan pemegang saham utama pada banyak perusahaan, sementara investasi keluarga Rockfeller dan Kennedy di Amerika diperkecil oleh orang-orang dari dana pensiun serikat.
Komunisme mendapat dukungan secara khusus di negara-negara miskin yang memiliki sistem sosial kolot dan ketidakadilan yang besar. Segelintir kelas sosial atas menikmati hak-hak istimewa, namun seringkali tidak berbuat banyak untuk memajukan pertumbuhan ekonomi atau mengurangi kemiskinan. Pemerintah yang otoriter menekan secara kejam gerakan-gerakan reformasi demokrasi, yang para pemimpinnya dibunuh atau diasingkan secara licik. Bagi massa yang menderita, komunisme mungkin tampak sebagai satu-satunya alterntif jalan keluar, yang sesungguhnya menawarkan penderitaan yang lebih pahit. Namun demikian, masih bisa diperdebatkan apakah komunisme benar-benar bisa memberikan jalan tercepat untuk memperbaiki keadaan ekonomi negara-negara miskin.
3. Masyarakat Fasis
Masyarakat fasis dikuasai oleh suatu partai diktator yang diorganisasi oleh seorang pemimpin karismatik. Secara praktis rakyat tidak memiliki peranan dalam segala kegiatan pemerintahan dan merasakan kepuasan dengan menyaksikan kekuatan negara yang maha hebat. Kekuatan militer dan penaklukan merupakan ciri khas Hitler di Jerman dan Mussolini di Italia. Franco di Spanyol dan Peron di Argentina pun melakukan hal yang sama, meskipun tanpa ekspansi militer. Pada tahun 1982, pemerintah pulau neofasis Argentina menyerbu suatu kepulauan yang penduduknya jarang, yakni kepulauan Faklands yang didiami oleh orang-rang Inggris. Penyerbuan tersebut terjadi segera setelah adanya unjuk rasa secara besar-besaran yang mengecam pemerintah Argentina. Unjuk rasa itu tampaknya direncanakan untuk membujuk para warga negara untuk mengadakan “pawai keliling dengan membawa bendera” sambil melupakan pertentangan. Peristiwa tersebut membuktikan kebenaran prinsip sosiologi yang menyatakan bahwa suatu kelompok dapat dipersatukan oleh adanya pertentangan dengan musuh dari luar, setidaknya untuk sementara waktu.
Di negara-negara fasis, pemilikan perusahaan secara pribadi diperkenankan, namun dengan kebebasan yang terbatas dan pengajaran pemerintah yang terperinci. Bantuan kesejahteraan diberikan oleh pemerintah dan jumlahnya disesuaikan dengan tahap perkembangan industri dan anggaran keperluan militer. Penggunaan segenap keuntungan swasta lebih diutamakan untuk kepentingan negara. Serika pekerja merupakan alat untuk memaksanakn keinginan pemerintah terhadap para pekerja.
C. Fungsi Manifes dan Fungsi Laten
1. Fungsi Manifes
Fungsi manifes ketiga sistem – komunis, fasis dan ekonomi campuran – adalah memelihara ketertiban, mencapai konsensus dan meningkatkan produksi ekonomi semaksimal mungkin. Tidak ada satu pun masyarakat yang telah sepenuhnya berhasil mencapai salah satu fungsi tersebut. Masyarakat totaliter atau masyarakat fasis tampak amat berhasil dalam memelihara ketertiban, setidak-tidaknya untuk sementara waktu, sedang masyarakat yang bersistem ekonomi campuran paling berhasil dalam memberikan kebebasan politik dan mencapai tingkat produksi ekonomi yang lebih tinggi. Pelbagai studi di Amerika menunjukkan bahwa tingkat produktivitas pekerja di Rusia hanya mencapai sekitar seperdua dari tingkat produktivitas pekerja di Amerika Serikat.
2 Fungsi Laten
Analisis terhadap ketiga tipe masyarakat menunjukkan bahwa persamaan dalam hubungannya dengan fungsi laten. Salah satu fungsi laten dari seluruh lembaga ekonomi pemerintahan modern ialah merusak kebudayaan tradisional. Kebiasaan pemilikan hak tanah, kepercayaan agama, organisasi keluarga, tempat pemukiman, dan banyak lagi pola kehidupan sosial yang sudah mapan, mengalami perubahan sebagai akibat perkembangan industri. Mobilitas sosial dirangsang dan salah satu konsekuensinya ialah meningkatkan anomi (kekaburan norma) dan alienasi (rasa keterasingan).
Fungsi laten lainnya ialah mempercepat rusaknya kelestarian lingkungan. Jika langkah-langkah pencegahan yang cermat dan berbiaya mahal tidak ditempuh, maka setiap kenaikan produksi akan mengakibatkan naiknya tingkat kerusakan lingkungan. Dalam hubungan ini, seringkali para kapitalis dipersalahkan dengan alasan mereka tidak rela memikirkan hal lain kecuali keuntungan. Meskipun demikian, masyarakat komunis, yang tidak memiliki pengusaha kapitalis kecuali negara, menghadapi persoalan yang sama. Pada dasarnya, kesulitan yang dihadapi oleh setiap sistem tidak berbeda, yakni pelestarian lingkungan memerlukan biaya.
Penanggulangan polusi juga memerlukan biaya. Perhitungan yang dilakukan baru-baru ini mencatat pengeluaran biaya, sesuai dengan Undang-Undang Kebersihan Udara tahun 1977, sebanyak 17 milyar dollar Amerika; sedang keuntungan uang yang diperoleh adalah 21,4 milyar dollar Amerika, belum termasuk keuntungan dari sudut kesehatan dan pemandangan. Meskipun demikian, perbandingan antara pembiayaan dan keuntungan tidak selalu menyenangkan. Di samping itu, biayanya mungkin harus segera dipikul, sedang keuntungannya mungkin sering tertunda. Tambahan pula, suatu kelompok mungkin harus memikul beban pembiayaan, sementara kelompok lainlah yang menikmati keuntungannya. Baik komunis maupun kapitalis menyadari bahwa tidaklah mudah menerapkan kebijakan penanggulangan polusi.
D. Konflik dan Kerja Sama Lembaga-Lembaga Politik Ekonomi
Banyak pembahasan menyangkut apakah masyarakat manusia pada hakikatnya bersifat kooperatif (kerja sama) atau kompetitif (bersaing), berpusat pada masalah kegiatan pemerintahan dan ekonomi. Para penganut teori fungsional melihat masyarakat sebagai suatu sistem dimana ada pembagian kerja yang membuat orang-orang saling bekerjasama untuk meningkatkan kemakmuran mereka. Para penganut teori tersebut melihat pemerintahan sebagai alat untuk mengkoordinasi usaha bersama guna mencapai sasaran uang dipandang penting oleh konsensus (persetujuan) masyarakat. Penganut teori konflik melihat konsensus tersebut sebagai sesuatu yang lebih bersifat tiruan, bukannya sesuatu yang sebenarnya. Ia juga memandang pemerintahan dan kegiatan ekonomi sebagai medan laga – tempat para individu dan kelompok saling bertentangan untuk memperoleh kedudukan yang lebih tinggi.
Konsensus seringkali dicapai melalui proses negosiasi, perbedaan pendapat dan kompromi, yang kita sebut politik. Seorang ahli ilmu politik mendefinisikan ilmu politik sebagai studi tentang “siapa yang memperoleh sesuatu, kapan ia memperolehnya dan bagaimana ia memperolehnya” (Lasswell, 1958). Pembenaran atas pernyataan ini terlihat pada kebijakan pemerintah yang pengaruhnya atas pendapatan rakyat berbeda-beda. Pengeluaran selalu mencakup pajak dan keuntungan. Biasanya beberapa orang diharuskan membayar pajak lebih tinggi daripada sejumlah orang lainnya. Peraturan hukum biasanya memudahkan beberapa orang untuk memperoleh uang dan mempersulit beberapa orang lainnya. Jadi politik merupakan ajang pertentangan yang terus-menerus antara kelompok dengan individu dalam usaha mereka untuk memeproleh keuntungan dan menghindari kerugian. Seringkali pertentangan itu dilakukan melalui proses pemilihan dan proses legislatif, dan tidak jarang pula melibatkan kekuatan polisi dan angkatan bersenjata. Dalam setiap kasus, konflik merupakan sesuatu yang nyata dan seringkali kejam.
Pemilihan demokratis dan kompromi legislatif memberi peluang bagi konflik dan kerjasama. Konflik dapat dinyatakan melalui upaya untuk menciptakan perundang-undangan yang mementingkan suatu kelompok tertentu. Kerja sama (kompromi) dapat dilihat pada kesediaan untuk mematuhi hasil pemilihan dan kebijakan lembaga leislatif, serta kesediaan untuk mengadakan kompromi yang memungkinkan terwujudnya pelaksanaan langkah-langkah yang penting bagi segenap lapisan masyarakat, meskipun beberapa kelompok akan merasa bahwa beberapa kebutuhan mereka belum sepenuhnya terpenuhi.
1. Kesejahteraan dan Konflik
Tampaknya mengherankan, bahwa negara kesejahteraan yang diusahakan pemerintah pada tahun-tahun belakangan ini, yang telah banyak memberi manfaat bagi banyak orang, justru meningkatkan konflik. Alasan terjadinya hal demikian adalah karena keinginan dan kebutuhan rakyat tidak terbatas, sedang sumber daya pemerintah terbatas. Permintaan memiliki kecenderungan untuk meningkat jauh lebih cepat daripada kenaikan pendapatan nasional, padahal bila pemerintah mencoba membatasi pengaluaran, maka resikonya pemerintah itu bisa digulingkan. Hal seperti itu benar-benar terbukti di negara-negara sedang berkembang yang mengalami “revolusi peningkatan harapan”, suatu revolusi yang cenderung membuat pemerintahan tidak berdaya memenuhi permintaan warganya.
2. Kecenderungan Inflasi
Apakah yang dapat dilakukan pemerintah manakala berhadapan dengan permintaan yang melebihi sumber daya? Memenuhi permintaan itu tentu tidak mungkin; menolak permintaan itu dapat mengakibatkan kekalahan pada pemilihan yang akan datang, atau bahkan bisa mengakibatkan revolusi yang menggulingkan pemerintahan secara kejam. Jalan keluarnya adalah penelanan atau inflasi. Bisa juga keduanya. Salah satu alasan mengapa kebanyakan negara sedang berkembang menerapkan pemerintahan yang bersifat diktator adalah karena ingin membatasi permintaan warga negara. Jika pemerintah tidak harus menghadapi pemilihan, dan angkatan bersenjata bisa melindunginya dari revolusi kekerasan, maka pemerintah akan mampu menolak permintaan rakyat untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sehingga pemerintah dapat memberikan standar hidup yang lebih tinggi pada rakyat dalam waktu yang singkat. Jika propaganda nasionalistis dapat menemukan musuh asing atau suatu kelompok minoritas dalam negara, yang bisa dijadikan kambing hitam dan dipersalahkan sebagai penyebab kesulitan ekonomi, maka kedudukan pemerintah menjadi lebih kuat.
Meskipun inflasi bisa terjadi di seluruh dunia, namun negara-negara komunis sering menyembunyikannya dengan menyimpan daftar harga terakhir dan membiarkan tempat persediaannya kosong. Sementara itu, barang dan jasa yang tinggal sedikit dapat dibeli dengan menggunakan tambahan pembayaran “rahasia”. Inflasi memiliki banyak tujuan. Tujuan yang utama ialah sebagai suatu cara untuk menghindari keputusan ekonomi yang keras. Pemerintah yang dihadapkan pada permintaan yang tidak bisa dipenuhi oleh pendapatan pajak, mencetak lebih banyak uang (biasanya melalui proses yang agak rumit dan tidak langsung). Sebagai akibatnya, kebanyakan orang memiliki banyak uang, sedangkan jumlah barang dan jasa yang dijual tetap tidak bertambah, sehingga hargapun menonjol.
Inflasi mengurangi gairah menabung, karena nilai uang di masa datang akan lebih rendah daripada nilai uang sekarang. Inflasi membuat setiap perencanaan ekonomi negara atau perencanaan swasta menjadi sulit dan mengancam kesejahteraan setiap orang. Barangkali korban terbedar inflasi adalah orang-orang miskin, yang sebagian besar penghasilannya untuk barang-barang keperluan yang biasanya mengalami kenaikan harga terbesar.
Tidak ada seorang pun yang membela inflasi, namun kenyataannya hampir setiap orang mengembangkannya. Hampir semua kita merasa bahwa gaji kita dibayar rendah, sehingga kita menuntut gaji yang lebih tinggi. Hampir semua orang yang akan menjual sesuatu menghendaki harga yang lebih tinggi. Ketidakmungkinan untuk mengelakkan inflasi pernah ditunjukkan secara jelas oleh sebuah film dokumenter di Amerika Serikat tentang sistem pelayanan kesejahteraan masyarakat. Setiap orang yang diwawancarai merasa bahwa tunjangan kesejahteraannya terlalu rendah; setiap orang yang diwawancarai merasa bahwa pajak kesejahteraan masyarakatnya terlalu tinggi. Setiap orang ingin membayar sedikit dan memperoleh banyak. Akibat yang tidak bisa dihindari ialah terjadinya defisit pemerintah yang lebih besar, pencetakan uang yang lebih banyak, dan akhirnya inflasipun kian meningkat.
3. Ekonomi Bawah Tanah
Salah satu reaksi terhadap inflasi dan pajak yang tinggi adalah pertumbuhan ekonomi yang disebut ekonomi bawah tanah, yang menurut perkiraan, di Amerika mencapai jumlah 500 milyar dollar per tahun (Mac Avoy dalam Horton 1998). Pada setiap negara industri, termasuk Rusia banyak kegiatan ekonomi yang tidak dilaporkan, sehingga dapat melepaskan diri dari peraturan pemerintah dan kewajiban pajak. Di Italia misalnya, diperkirakan 70% pegawai pemerintah memiliki kerja sampingan yang pajak penghasilannya tidak mereka bayar.
Bentuk khas ekonomi bawah tanah mencakup pekerja-pekerja yang berusaha sendiri, mulai dari pembersih sampai dengan orang-orang profesional yang menerima seluruh atau sebagian pembayaran dalam bentuk uang tunai tanpa kuitansi, cek dan tanda terima; termasuk pula pedagang bebas yang menjalankan sebagian kegiatan mereka berdasarkan cara pembayaran yang “harus tunai dan tanpa catatan tertulis”; karyawan yang “bekerja sampingan”, yang kerja sampingannya tidak dilaporkan baik oleh mereka sendiri maupun oleh atasan mereka, sehingga dapat menghemat pengeluaran uang kedua belah pihak. Kegiatan barter (tukar menukar) dimana pekerja memberi jasa mereka tanpa menerima uang, seperti seorang montir memperbaiki mobil seorang dokter untuk memperoleh imbalan pelayanan kesehatan. Klub-klub barter mengurusi pertakaran pelayanan yang tidak dibayar, termasuk pertukaran tidak langsung, seperti bila seorang anggota memberikan jasanya kepada si A, dengan demikian ia memiliki simpanan di “Bank”, yang kelak bisa dipakai untuk membayar jasa gratis yang diterimanya dari si B. Klub-klub barter seperti itu dianggap suatu pelanggaran oleh Direktorat Pajak (The Internal Revenue Service), namun kegiatan mereka masih tetap berjalan. Semakin tinggi tingkat pajak dan semakin berat sanksi peraturan pemerintah, maka semakin besar pula godaan untuk menghindari kewajiban pajak dan melakukan ekonomi bawah tanah ( dalam Horton 1998)
E. Ideologi dan Hubungan antara Dunia Usaha Dengan Pemerintah
Ideologi sering berperanan dalam menentukan hubungan antara lembaga-lembaga yang satu dengan yang lainnya. Ini merupakan sebagian fungsi ideologi yang tidak bisa dihindari, yang dinyatakan sebagai “kepercayaan yang juga mencakup pengertian tentang bagaimana orang berperilaku dan bagaimana masyarakat seharusnya diatur”.
1. Ahli Ekonomi Terkemuka
Adam Smith dan Perdagangan Bebas
Adam Smith, mengemukakan bahwa pemerintah yang terkuat ialah pemerintah di negara yang dunia perdagangannya maju. Ia juga beranggapan bahwa keputusan ekonomi yang paling tepat dilakukan oleh individu-individu yang berhubungan langsung dengan pasar, bukan oleh badan-badang pemerintah. Teori ini menempatkan pemerintah di luar keputusan dunia usaha dan memungkinkan industri modern berkembang. Menurut Smith pemerintah tidak perlu mengurusi pendapatan atau harga, karena kompetisi akan menetapkan tingkat pendapatan dan harga sesuai dengan apa yang dianggap terbaik bagi masyarakat. Jika pendapatan dalam dunia usaha terlalu rendah, maka hal ini akan menurunkan minat para pekerja untuk mencari pekerjaan, sehingga akhirnya pendapatan harus dinaikkan. Jika gaji terlalu tinggi, maka akan terlalu banyak pelamar yang datang, sehingga para pemimpin perusahaan akan menurunkan gaji. Dengan demikian, pelamar yang tidak diterima akan pindah ke pemimpin perusahaan lainnya. Hal yang sama berlaku juga dalam soal harga; jika terlalu tinggi, maka barang dagangan tidak akan laku, sehingga ia harus menurunkan harga. Jadi, perubahan harga dan gaji akan menciptakan “tenaga yang tidak tampak” yang akan menyalurkan modal dan tenaga kerja ke arah kegiatan ekonomi yang sangat menguntungkan mereka dan masyarakat secara keseluruhan. Campur tangan pemerintah bukan saja tidak diperlukan, bahkan bisa merusak, karena akan mengganggu keputusan-keputusan ekonomi yang rasional. Pemikiran tersebut meletakkan dasar bagi kapitalisme (atau “perdagangan bebas”, sebagaimana biasa disebut orang).
Karl Marx dan Komunisme
Karl Marx (1818 – 1883) meninjau kegiatan ekonomi sebagai seorang ahli teori konflik. Dia melihat bahwa para pekerja menghendaki gaji tinggi, sedang para kapitalis menginginkan gaji rendah. Hal ini menciptakan antagonisme yang tidak bisa dihindari dan satu diantaranya ditakdirkan untuk kalah. Orang-orang kapitalis kelihatannya lebih kuat disebabkan oleh kekayaan dan pengaruh mereka; sementara itu, para pekerja yang lebih banyak jumlahnya, ditakdirkan untuk menang pada akhirnya. Kemudian mereka akan mengakhiri konflik dengan cara menghapuskan pemilikan modal pribadi. Itulah sebabnya istilah komunisme mengandung pengertian pemilikan bersama oleh masyarakat. dewasa ini, sejumlah negara menyatakan bahwa mereka menjalankan kegiatan ekonomi berdasarkan ide-ide Marx, meskipun dalam kenyataannya kebijakan mereka sangat berbeda dan menyimpang dari ide-ide Marx dalam banyak hal.
Meskipun Rusia, negara Marxis tertua, telah mencapai keberhasilan dalam beberapa bidang, namun perkembangan ekonominya yang relatif lambat dan pemerintahannya yang menekan secara kejam merupakan bukti betapa tidak menariknya komunisme, sehingga banyak orang Marxis modern menolak bahwa Rusia adalah negara Marxis. Namun demikian, pandangan Marx mengenai hubungan pemerintahan – ekonomi, terutama sebagai pusat berlangsungnya konflik, tetap memiliki pengaruh. Banyak kritikus melihat setiap perubahan dalam pemerintah dengan kegiatan ekonomi dari sudut akibat yang diduga timbul dari hubungan pemerintah dengan ekonomi, dan pengaruhnya terhadap para pekerja atau kapitalis. Seringkali dikatakan bahwa jika sebuah usul tampak baik bagi para kapitalis, maka itu berarti buruk bagi para pekerja.
John Maynard keynes dan “Pengaturan yang Tepat”
J.M Keynes (1883 – 1946) lebih tepat dikelompokkan sebagai seorang ahli teori fungsional daripada seorang ahli teori konflik. Ia memandang masyarakat sebagai satu kesatuan, dimana kelompok-kelompoknya mengalami kemakmuran atau penderitaan secara bersamaan. Ia berpandangan bahwa masyarakat menderita karena dunia usaha tampaknya berada dalam suatu lingkaran kemakmuran dan depresi secara bergantian. Dalam masa makmur, dunia usaha melihat ada kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang besar, sehingga perusahaan berkembang dengan cepat. Perluasan usaha biasanya melewati batas, sehingga keuntungan berkurang; lalu jumlah kegiatanpun dikurangi lagi sehingga pengangguran meningkat.
Keynes beranggapan bahwa keadaan seperti itu bisa diperbaiki dengan cara menaikkan pengeluaran defisit pada masa depresi dan menguranginya pada masa makmur. Pengeluaran pemerintah dimanfaatkan untuk membuat kegiatan ekonomi stabil. Pengeluaran defisit pada masa depresi, ketika investor swasta menurun, akan menopang kegiatan ekonomi dan membuat orang tetap dapat bekerja. Sebaliknya, penurunan pengeluaran pemerintah pada masa makmur akan memungkinkan terciptanya lebih banyak kegiatan yang dijalankan oleh perusahaan swasta. Pemerintah dapat meminjam uang selama masa depresi, kemudian membangun dengan uang yang diperoleh dari pajak yang tinggi pada masa makmur.
Pemikiran Keynes sangat berpengaruh selama tahun 1930 sampai dengan tahun 1975, dan sering dimanfaatkan untuk membenarkan kebijakan pemerintah. Selama masa tersebut, kebijakan-kebijakan yang berdasarkan pemikiran Keynes tampaknya mampu menanggulangi masalah hubungan pemerintah dengan dunia usaha di masyarakat kapitalis, dan kepahitan depresi memang benar-benar berkurang. Semuanya itu merupakan persoalan bagaimana melakukan “penyetelan yang tepat” atas pajak, kebijakan keungan, peminjaman dan pengeluaran yang disesuaikan dengan setiap tahap perubahan dunia usaha. Namun, kemudian timbul kesulitan. Peningkatan pengeluaran pemerintah tidak selamanya dapat menanggulangi akibat-akibat depresi dunia usaha yang ternyata tidak semudah yang diperkirakan dan tampaknya akibat-akibat itu mendorong ke arah terciptanya inflasi (Robets dalam Horton, 1998). Jalan keluar yang dipengaruhi oleh pemikiran Keynes memang menarik, tetapi tidak selamanya terbukti manjur.
Kritik utama terhadap kebijakan yang berdasarkan pemikiran Keynes ialah selalu ada tuntutan agar pengeluaran pemerintah ditambah lagi. Kebijakan menaikkan pengeluaran pemerintah dalam masa depresi memang disenangi, namun memotong pengeluaran pemerintah dalam masa makmur dan melunasi hutang pemerintah merupakan hal yang sulit. Para pembuat undang-undang tidak bisa menolak permintaan untuk mengeluarkan uang, jika memang ada uang tersedia. Akibat negatif kebijakan yang berdasarkan pemikiran Keynes ini, mendorong terjadinya hutang pemerintah yang selalu meningkat dan inflasi yang berkepanjangan.
Milton Friedman dan “Hukum Pasar”
Milton Friedman ialah seorang tokoh terkemuka dari aliran yang dikenal dengan nama aliran “chicago”, yang berpandangan bahwa penyimpangan dari ajaran Adam Smith merupakan penyebab utama kesulitan ekonomi, Friedman percaya pada kemampuan pasar untuk menyediakan apa yang sebenarnya diinginkan oleh rakyat, bukannya apa yang para pejabat anggap baik bagi rakyat. Komunisme, perencanaan pemerintah, dan defisit pengeluaran yang bersumber dari pemikiran Keynes – semua itu merupakan suatu yang haram bagi Friedman. Alasannya yang pertama ialah semua kebijakan itu tidak bisa berhasil. Alasan yang kedua, semua kebijakan tersebut mengurangi kebebasan manusia, bukannya memperluas. Ia setuju dengan pemotongan pajak, dan berpandangan bahwa setiap kebijakan memiliki kebaikan sejauh kebijakan itu menurunkan pajak dan dengan demikian membatasi memperluas campur tangan pemerintah.
Keynes menilai pengendalian pemerintah terhadap uang dan sistem bank sebagai suatu cara untuk mempertahankan daya beli yang telah diperlunak oleh depresi. Friedman adalah seorang “moneteris” yang berpandangan bahwa kecenderungan meningkatkan persediaan uang dan pinjaman yang lebih cepat daripada persediaan barang, pasti menuju ke arah terciptanya inflasi. Friedman menilai bahwa banyak kebijakan sosial merupakan alat bagi para birokrat untuk menguasai rakyat miskin. Ia menyarankan bahwa untuk mencapai kesejahteraan manusia, diperlukan pajak pendapatan negatif. Ini berarti orang yang penghasilannya lebih rendah daripada jumlah yang dianggap pantas untuk membiayai kesehatan dan kehidupan yang layak, akan menerima uang langsung dari pemerintah.
Teori-teori Friedman sangat bertentangan dengan kebanyakan kecenderungan belakangan ini, sehinga sulit bagi pemerintah manapun untuk mengikutinya. Friedman bahkan menasehatkan untuk mengubah secara bertahap sistem negara kesejahteraan menjadi sistem ekonomi pasar. Mungkin pandangannya yang terbaik ialah kritiknya terhadap kebijakan kolektivis yang terbukti gagal, sebagaimana yang diramalkannya. Ia memberikan pengaruh besar terhadap pemikir ekonomi terakhir dan telah merintis lahirnya ahli-ahli ekonomi sisi persediaan (supply side) yang menekankan bahwa campur tangan pemerintah acapkali membelokkan segala sesuatunya ke arah yang salah. Friedman menilai pasar bebas (kapitalisme) sebagai sesuatu yang penting bagi negara demokrasi. Kapitalisme bukan sekedar mengembangkan potensi ekonomi, tetapi juga membatasi kemungkinan adanya pendiktean pemerintah yang menekan.
F. Kekuasaan dan Pemerintah
Kekuasaan mengacu pada suatu kemampuan untuk mengendalikan kegiatan orang lain, meskipun diluar kemauan orang itu. Dalam kaitannya dengan pemerintah, kekuasaan diartikan sebagai kemampuan individu atau kelompok untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan.

1. Kekuasaan Organisasi
Perjuangan untuk memperoleh kekusasaan seringkali merupakan persaingan antara beberapa organisasi. Berbagai gerakan politik mengumpulkan dana untuk menentang pemilihan kembali para anggota legislatif yang tidak mereka senangi. Asosiasi serikat buruh Amerika menuntut standar upah minimun yang lebih tinggi dan kamar dagang nasional mengecam upah yang tinggi sebagai sumber penyebab inflasi. Organisasi wanita nasional (the National Organization of Women) menyerang kelompok Moral Mayoritas (the Moral Majority) dalam hal pengguguran kandungan secara suka rela. Perjuangan untuk memperoleh kekuasaan sebagian besar terjadi antara kelompok-kelompok yang terorganisasi secara rapi.
2. Elit Penguasa
Seorang ahli sosiologi terkemuka, C Wright Mills (1956), mengemukakan pandangannya bahwa kegiatan pemerintah dan ekonomi Amerika dikendalikan oleh kelompok-kelompok elit eksekutif yang kedudukannya pada lembaga pemerintahan, pendidikan, keuangan dan industri berpindah-pindah dari lembaga yang satu ke lembaga yang lainnya. Mills menilai perusahaan sebagai basis awal bagi para elit eksekutif itu, dan juga merupakan tujuan akhir perpindahan jabatan mereka. Mills beranggapan bahwa kekuasaan mereka berarti bahwa masyarakat menjadi didominasi oleh orang-orang tertentu, yang sepenuhnya mengikuti pandangan hidup yang dinyatakan oleh seorang eksekutif penting. Pandangan hidup itu dinyatakan dalam motto: “Apa yang baik bagi perusahaan General Motors adalah baik bagi negara”.
3. Kekuatan Massa yang Tidak Terorganisasi
Pada zaman feodal pemerintahan merupakan monopoli kalangan ningrat (bangsawan), sedang orang biasa sama sekali tidak memiliki peranan langsung. Namun demikian, pemerintahan biasanya berlangsung sebagaimana yang diharapkan. Hal itu bisa terjadi karena bangsawan dan rakyat biasa saling menyepakati sebuah konsep yang telah belembaga tentang bagaimana seharusnya pemerintahan dijalankan. Kaum bangsawanlah yang mungkin membuat peraturan resmi pemerintah, namun ia membuatnya berdasarkan pada nilai-nilai tradisional yang diterima oleh segenap lapisan masyarakat.
Dalam era modern yang ditandai oleh irama hidup yang serba cepat ini, faktor tradisi sedikit sekali peranannya dan pemerintah bisa saja mengambil langkah-langkah yang bertentangan dengan tradisi yang sudah berurat berakar. Warga negara biasa memang memiliki hak untuk memberi suara, tetapi ia hanya mengetahui sedikit tentang pemerintahan. Di samping itu, ia juga mengadakan hubungan yang sangat terbatas denga para pemimpinnya. Apakah warga negara itu tidak lebih sekedar sebuah pion yang tidak berdaya, yang dipermainkan oleh kekuatan pemerintah di luar kehendak sendiri?. Jika setiap orang bertindak sendiri-sendiri, maka kelompok massa tidak bisa mempunyai kekuatan apa-apa. Tetapi secara kolektif tidaklah demikian. Massa yang terorganisasi bisa melahirkan kekuatan yang menentukan.
4. Kekuatan Masa atas Pasar
Dalam masyarakat demokratis, massa menampakkan pengaruhnya melalui pilihan orang-orang atas barang apa yang perlu dibeli, surat kabar apa yang perlu dibaca, acara televisi apa yang perlu ditonton dan seterusnya. Kekuatan semacam itu bukannya tanpa batas, karena konsumen bisa dikendalikan, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh suatu penelitian tentang motivasi.
Pada masyarakat yang bersistem ekonomi pasar yang kompetitif, seperti masyarakat Amerika selera konsumen jarang diabaikan untuk masa yang lama. Upaya untuk memenuhi selera konsumen bisa mengakibatkan terciptanya bentuk produk yang terlalu kasar dan acara televisi yang bermutu rendah. Tentu saja keadaan seperti itu membuktikan betapa kuatnya kekuatan massa atas pasar.
5 Kekuatan Politik Langsung Massa
Dalam negara demokrasi kekuatan utama massa terletak pada haknya untuk “menendang para penjahat ke luar”. Memang benar, acapkali kekuatan itu tidak digunakan jika dua calon yang memiliki nilai-nilai yang sama dan keduanya memperjuangkan kepentingan yang sama. Namun demikian, bilamana terdapat ketidakpuasan massa yang meluas dalam hal cara-cara pelaksanaan demokrasi, maka beberapa partai atau para anggota partai akan menanggapi ketidakpuasan itu, memusatkan perhatian pada beberapa masalah tertentu, kemudian mengajukan usul perubahan. Golongan elit tidak selamanya bisa memveto perubahan-perubahan yang dikehendaki oleh massa. Usul perbaikan “era baru”-nya Roosevelt, yang ketika dicanangkan mendapat perlawanan dari kebanyakan orang elit, membuktikan betapa hebatnya kekuatan ketidakpuasan massa yang diarahkan secara cermat.
Meskipun kekuatan veto sangat penting, namun hal itu tidak begitu saja dapat menghilangkan gambaran tentang golongan miskin sebagai golongan yang tidak berdaya dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang menyangkut nasib mereka. Alinsky (1965) dan Piven serta Cloward (1978) mengemukakan bahwa orang-orang miskin bisa menggunakan kekuatan dan harus mampu memanfaakannya jika mereka menghendaki perbaikan nasib. Ketiga orang itu berpandangan bahwa organisasi orang miskin yang dibentuk secara sadar serta menekankan penderitaan yang paling dirasakan, akan mampu melahirkan langkah yang positif. Dengan menggunakan gerakan demonstrasi dan penggunaan hak suara, maka orang miskin akan dapat menjadi salah satu golongan yang berpengaruh dalam masyarakat. Ketiga orang itu yakin bahwa bilamana orang-orang miskin memperoleh kekuasaan, maka mereka akan mampu menghindari eksploitasi dan menciptakan program-program yang positif bagi kesejahteraan mereka sendiri. Di samping itu, mereka juga akan mampu mengubah sikap apatis yang tidak berguna menjadi sikap percaya diri untuk mengendalikan lingkungan mereka.
Upaya untuk melibatkan golongan miskin dalam proses pembuatan kebijakan dan administrasi program penanggulangan kemiskinan di Amerika Serikat pada tahun 1960-an tidak terlalu berhasil, karena ada berbagai faktor penghambat, termasuk antara lain faktor kurangnya peran serta orang miskin dan tantangan dari politisi setempat.
Mobilisasi ketidakpuasan massa hanya bisa terjadi di negara-negara demokrasi. Di negara-negara lain, tindakan semacam itu merupakan jalan pintas menuju kamar penjara. Sebuah penelitian pada tahun 1982 menyimpulkan bahwa hanya 54 dari 165 negara merdeka yang dapat dinilai sebagai masyarakat bebas (Gastil, 1982 dalam Horton). Diduga keinginan untuk bebas dari pengaruh massa merupakan faktor utama dalam pembentukan pemerintah yang tidak demokratis.
6. Paksaan dan Pengacauan
Tidak semua keputusan dicapai melalui proses perdebatan politik dan persuasi. Kelompok-kelompok yang kecewa mungkin bisa menempuh cara pemaksaan (coercion). Cara tersebut ditempuh jika garis politik sebuah partai tidak sesuai dengan pendapat mayoritas atau jika suatu kelompok tertentu tidak memperoleh dukungan mayoritas, lalu menolak untuk menerima keputusan mayoritas.
Paksaan yang kuat biasanya merupakan monopoli pemerintah. Namun demikian, kelompok-kelompok lainnya juga bisa menggunakannya. Pemerintah fasis dan komunis biasanya baru lahir setelah sebuah partai minoritas yang kuat dan kejam berhasil merebut kekuasaan. Penyanderaan politis merupakan suatu cara yang belakangan ini dipakai oleh partai-partai revolusioner untuk memaksa pembebasan para tawanan atau untuk menuntut pembayaran uang tebusan.
Paksaan tanpa kekerasan (nonviolent coercion) mempunyai sejarah yang panjang (Hare and Blumberg, 1968; Gregg, 1972; Cooney dan Michalowski, 1977; Bruyn dan Rayman, 1979 dalam Horton 1999). Paksaan semacam ini mencakup kegiatan-kegiatan tanpa kekerasan yang mengakibatkan pelaksanaan suatu kebijakan membutuhkan biaya yang sangat mahal dan menyengsarakan orang lain, sehingga kebijakan tersebut dianggap perlu untuk diubah. Penggunaan paksaan ekonomi melalui aksi pemogokan, penutupan perusahaan, dan pemboikotan bukanlah hal yang sama sekali baru, dan masih biasa dilakukan orang. Teknik lain yang biasa digunakan oleh kelompok yang melakukan protes ialah dengan cara menempatkan diri pada posisi yang menyudutkan kelompok dominan sehingga harus menempuh salah satu pilihan, yakni memberi keringanan atau menempuh jalan kekerasan terhadap para pelaku protes, teknik semacam itu dikenal dengan berbagai istilah, yaitu teknik tanpa perlawanan (nonresistance), perlawanan pasif (passive resistance), atau perlawanan tanpa kekerasan (nonviolente resistance). Sasarannya ialah membangkitkan perasaan simpati masyarakat dan mempermalukan partai dominan agar partai tersebut mau membuat kelonggaran. Pada akhir tahun 50-an dan awal 60-an kelompok-kelompok orang berkulit hitam memasuki restoran-restoran, taman-taman, dan tempat-tempat umum lainnya yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang berkulit putih, sambil menunggu pelayanan dengan sabar dan menerima kata-kata penghinaan serta penangkapan dengan pasrah (Maybee, 1961; Peck, 1962 dalam Horton, 1999). Peristiwa yang mengharukan itu menunjang terjadinya perubahan sikap masyarakat dan mendorong terciptanya kebijakan yang menghapuskan praktek penggunaan fasilitas umum untuk golongan kulit putih saja. Acara televisi yang disiarkan secara nasional, yang menggambarkan bagaimana para polisi setempat memukul roboh orang-orang yang berbaris tenang untuk menuntut hak-hak warta negara di Selma, Alabama pada tahun 1965, barangkali lebih banyak memberikan andil dalam menunjang gerakan hak-hak warga negara daripada semua gerakan yang pernah terjadi dalam sejarah Amerika (Garrow, 1978 dalam Horton, 1999).
Teknik tanpa perlawanan, perlawanan pasif atau perlawanan tanpa kekerasan merupakan senjata yang bersejarah bagi orang-orang yang tertindas, karena teknik tersebut bisa dipakai oleh orang-orang yang sama sekali tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Gangguan pengacauan (Disruption), yang sering disebut unjuk perasaan, merupakan bentuk paksaan yang sangat banyak ragamnya, baik dalam cara maupun tujuannya. Pengacauan meliputi pelbagai cara mengacaukan dan melumpuhkan kegiatan sehari-hari dari suatu sistem sosial. Seringkali tujuannya ialah untuk memaksakan pengabulan tuntutan para pelaku protes; seringkali dimaksudkan untuk mendramatisasi suatu persoalan; seringkali pula motifnya tampak sekedar untuk bergembira-ria dalam kegiatan protes itu saja, sementara tujuan protes yang sebenarnya dianggap tidak penting.
Selama tahun 60-an pengacauan dalam kampus merupakan hal yang lazim dan biasanya penyebab persoalannya berkisar tentang masalah kebijakan pemerintah atau masalah perang Vietnam. Gedung-gedung dirampas, kantor-kantor diduduki atau ditutup, kegiatan belajar dikacaukan, para penceramah diejek atau diteriaki dan dalam beberapa peristiwa gedung-gedung dibakar (President’s Comission on Campus Unrest, 1970; Kelman, 1970; Sharp, 1974; Woodward, 1974 dalam Horton, 1999). Pengacauan dan unjuk perasaan yang dilakukan belakangan ini biasanya ditujukan untuk menentang pembangunan proyek nuklir.
7. Terorisme
Kebanyakan orang mengartikan terorisme secara subyektif. Di satu pihak, seseorang bisa dianggap teroris; sedang di lain pihak dia dinilai sebagai pejuang kebebasan (Frerencz, 1981 dalam Horton, 1999). Secara lebih obyektif, terorisme diartikan sebagai ”penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa pemerintah, penguasa dan rakat dengan cara yang menimbulkan rasa takut” (Clutterbuck, 1977 dalam Horton 1999). Para teroris menerapkan peribahasa Cina Kuno: “Bunuh seorang; buat 10 juta orang menjadi takut”. Televisi merupakan hadiah yang tidak terduga bagi para teroris. Barangkali televisilah yang harus paling bertanggung jawab atas cepatnya peningkatan terorisme modern.
Terorisme paling sering digunakan oleh kelompok-kelompok yang hanya memperoleh dukungan kecil, tetapi memiliki keyakinan yang teguh atas kebenaran tujuannya. Mereka percaya bahwa kelompok penentangnya salah, jahat dan tidak sah, sehingga cara apa pun yang ditempuh untuk mengalahkan kelompok penentang itu bisa dibenarkan. Oleh karena kelompok-kelompok teroris yakin bahwa mereka berpegang pada kebenaran yang sesungguhnya dan berjuang untuk kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya, maka mereka merasa dibenarkan untuk membunuh atau menahan sandera sampai tuntutan mereka dikabulkan.
Pada tahun-tahun belakangan ini para teroris telah mengumpulkan sejumlah besar uang melalui perampokan dan penerimaan uang tebusan serta telah menjalankan kegiatannya secara internasional. Para teroris telah berhasil menumbangkan pemerintahan sipil di beberapa negara, misalnya di Irlandia Utara. Mereka juga telah memaksa dilakukannya pengawasan keamanan yang lebih ketat terhadap lalu lintas penerbangan, sehingga merepotkan setiap orang dan sangat menaikkan biaya perjalanan lewat udara.
Para teroris bisa saja memiliki berbagai tujuan: menarik perhatian dunia, mengacaukan kestabilan pemerintah, mendukung revolusi dan membalas dendam. Rentetan pembunuhan yang baru-baru ini dilakukan oleh orang-orang Armenia ekstrimis ternyata merupakan pembalasan dendam yang tertunda terhadap peristiwa pembunuhan orang-orang Armenia yang dilakukan oleh orang-orang Turki setengah abad yang lalu (Time, 118:38, 28 Agustus 1982 dalam Horton, 1999). Terorisme jarang terjadi di negara totaliter, karena pengawasan ketat terhadap kehidupan sehari-hari menyulitkan teroris untuk bergerak bebas dan memperoleh barang-barang yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mereka.
Di negara-negara demokratis, terorisme merupakan senjata golongan lemah. Bilamana suatu kelompok kecil tidak mampu memperoleh dukungan massa melalui kegiatan politik, maka terorisme membuka kemungkinan bagi kelompok minoritas untuk menarik perhatian orang terhadap keluhannya. Meskipun hal demikian jarang bisa menggulingkan pemerintahan atau menciptakan perubahan besar atas kebijakan pemerintah, namun terorisme mampu memancing pemerintahan yang demokratis untuk menerapkan cara-cara pengawasan yang ketat.