Tamu
Posted by Rindra Sulistiyono on Februari 16, 2013
Siang ini Hujan lagi. Siang ini dingin
lagi. Tapi hujan kali ini aku tak bertemu dengannya lagi #eh. Ngga tau kenapa
Akhir-akhir ini hujan rutin bertamu di rumah kosku. Sebagai seorang tamu
hujan teramat dermawan. Biasanya Jika tamu datang, tuan rumah yang
baik harus menyuguhkan camilan atau sekedar minuman untuk teman
ngobrol bagi petamu.Tapi hujan berbeda. Selain selalu datang
bersama-sama, ia juga datang dengan membawa sesuatu yang menyentak
perasaan.
Ini adalah jam 2 siang, dari tadi sampai sekarang yang aku lakukan cuman duduk bergelut dengan harapan. Apalagi coba rutinitas mahasiswa semester akhir selain menyusun harapan
agar skripsinya cepet kelar dan berwisuda. *amiin* . Dengan berbekal
ketidaktahuan aku terus mengetik huruf demi huruf, kata demi kata,
kalimat demi kalimat hingga menjadi sebuah paragraf yang aku sendiri
tidak mengerti maksudnya. Bagi ku saat itu bermodal tenaga dan
ketidaktahuan saja sudah cukup untuk menyelesaikan mahluk macam
sekripsi. Sampai akhirnya kebuntuan mengahadang gerakan jariku mengetik harapanku. Siang itu ngga panas tapi juga ngga dingin. Aku tidak patah semangat tapi juga tidak begitu semangat. Aku tidak membenci orang yang sedang dekat denganmu tapi juga tidak begitu menyukainya. ahh siang itu semuanya berada dititik nol. Ini adalah posisi dimana manusia tidak mampu mengungkapkan apapun yang ia rasakan. Aku tak bisa melajutkan ataupun mengakhiri harapan yang
aku ketik. Aku merasakan apa-apa tapi tak bisa
mengungkapkannya. Sungguh sulit. Akupun diam dan sibuk dengan lamunan
kosong.
Bresssss..." Hujan datang memberi salam, mengetok pintu sadarku bersama beberapa temannya. Aku tersentak. Hujan menyidak saat aku tak siap dengan suguhan camilan untuk menjamunya. Hujan membiarkanku dalam tanda tanya. Aku bingung tentang apa yang harus kuberbuat. Tapi
melihat kebodohanku hujan tersenyum. Ia berkata "Bingunglah karena
manusia dalam tanda tanya ialah ia yang mendekati
kebijksanaan." begitu katanya padaku. Omongan hujan kala itu sungguh
mengingatkanku pada sosok cerdas filsuf yunani, socrates. Dia
adalah satu macam manusia yang sangat piawai dalam berkata-kata.
Pun hujan siang itu yang langsung membawakan dan membawaku melintasi demensi kehidupan bak mesin
waktu yang bebas mengantar manusia kemasa depan maupun masa lalu. Dia
menyuguhkan lebih dari sekedar camilan ngobrol. Dibawakannya aku pada lembar-lembar masa lalu yang sempat kusam digerus waktu. Dibawanya aku
menemui pikiranku yang tanpa dasar. Ia perlihatkan kembali asa yang mulai pudar dalam benaku. Ia bangunkan aku dari sadarku yang kian polos.
Aku
siuman dengan perasaan yang bisa aku ungkapakan dengan apapun.Tapi aku
lebih memilih melukis kebahagian orang lain untuk pengungkapannya,
karena terkadang itu menyenangkan. walaupun terkadang juga kata-kata bisa membohongi perasaan.
Meski begitu, yang pasti hujan hari ini tidak sedang berbohong. Hujan membantuku menyusun harapan itu. Harapan yang pernah rapuh. Hujan
ternyata baik, pun ketika ia bersama temannya, banjir. Karena
banjir tak pernah salah. Letak semua kesalahan itu murni ada pada
manusia. Karena itu jangan benci Hujan. Karena hujan amatlah
indah. Karena hujan menjadikan apapun lebih ada maknannya. Karena hujan
begitu dermawan. Meskipun diam -diam ada yang sedang terjatuh mendahului
jatuhnya rintik hujan siang itu. :)